SEMANGAT Proklamasi 17 Agustus 1945 telah menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala bentuk organisasi guru yang didasarkan pada kesamaan almamater, lingkungan pekerjaan, suku/daerah, politik, agama, dan sejenisnya secara aklamasi disepakati untuk dihapuskan. Ketika itu para guru, baik yang masih aktif maupun yang sudah purnabakti, bersama pegawai pendidikan Republik Indonesia, sepakat mendirikan organisasi guru dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Dengan semangat pekik “merdeka” yang ketika itu baru berusia 100 hari, di tengah dentum meriam dan aroma mesiu pengeboman oleh tentara Sekutu atas Studio Surakarta, para guru membulatkan tekad untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan, yakni: (1) mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia; (2) mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; dan (3) membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya. Ironisnya, PGRI yang dalam perkembangan organisasinya memiliki kepengurusan hingga ke tingkat kecamatan, baru ditetapkan hari lahirnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994; setengah abad setelah PGRI dibentuk. Berdasarkan Keppres tersebut, tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional.
Selama setengah abad perjalanan PGRI, para guru menekuni pekerjaan sebagai panggilan hidup. Penghargaan yang tidak setara dengan pengabdiannya, sosok guru telah membangun bangsa melalui kiatnya mencerdaskan anak bangsa. Dalam bukunya The Call to Teach, David Hansen mengungkapkan kriteria panggilan hidup, yakni: (1) pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain (ada unsur sosial), dan (2) pekerjaan itu juga membantu mengembangkan dan memenuhi diri kita sebagai pribadi.
Suatu pekerjaan dikategorikan sebagai panggilan hidup apabila pekerjaan itu mengembangkan orang lain ke arah kesempurnaan dan kepenuhan. Pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain. Artinya dengan aktivitas pekerjaan, tersirat nilai pelayanan bagi orang lain, dan ada unsur sosial dalam pekerjaan itu. Di sini jelas bahwa guru terlibat dalam suatu pekerjaan yang mempunyai nilai tinggi dan strategis. Dengan demikian, guru senantiasa dari waktu ke waktu berusaha untuk mengembangkan kecerdasan intelektual, kepribadian, dan kecerdasan sosial dalam rangka mendukung tugas-tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Jauh sebelum pengakuan terhadap pekerjaan guru sebagai profesi, karakteristik pekerjaan sebagai guru telah memenuhi unsur-unsur profesi. Guru adalah salah satu profesi yang dituntut memiliki pendidikan dan keahlian khusus yang berkaitan dengan bidangnya, dan memberikan layanan pendidikan tanpa bermaksud mencari keuntungan pribadi, kecuali hak-haknya. Sudarminta mengatakan bahwa karena pelayanan profesional menuntut keahlian khusus dari si pemegang profesi, dan keahlian tersebut tidak ada pada klien serta masyarakat pada umumnya, maka dalam pelayanan profesional dapat tercipta suatu hubungan ketergantungan yang tidak seimbang. Yang dimaksudkan adalah si klien atau subyek layanan berada dalam kedudukan yang lemah atau mudah terlukai (vulnerable). Hal ini jelas bertentangan dengan sifat pelayanan profesional. Secara manusiawi terbuka kemungkinan bagi kaum profesional, termasuk guru untuk mengeksploitir ‘memeras’ klien atau subyek layanannya. Dengan kata lain, profesi mengandung kemungkinan bahaya penyalahgunaan.
Berdasarkan gambaran pikiran ini dan melihat kenyataan bahwa profesi mengandung kemungkinan penyalahgunaan, maka menjadi jelas bahwa profesi tidak dapat dilepaskan dari etika. Setiap profesi, termasuk profesi guru, harus menunjukkan bahwa setiap tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sosial, dan moral. Mutu layanan kepada peserta didik menjadi yang terpenting di dalam pelaksanaan tugas-tugas sebagai guru. Dalam kerangka pikir ini, Hari Guru Tahun 2010 patut menjadi ajang refleksi bagi guru mengenai standar etika yang menjadikan guru lebih profesional dan bermartabat.
Etika profesi guru
Pentingnya membicarakan etika profesi dewasa ini karena semakin berkembang dan pentingnya peran profesi dalam kehidupan masyarakat modern. Seperti pernah dinyatakan oleh sosiolog Talcott Parsons, “Perkembangan dan semakin pentingnya secara strategis profesi-profesi merupakan perubahan yang paling penting yang telah terjadi dalam sistem pekerjaan dalam masyarakat modern. Dalam masyarakat modern tidak mungkin lagi orang memenuhi semua kebutuhan hidupnya secara sendiri. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, keamanan, pendidikan, dan sebagainya semakin tergantung dari layanan pihak lain. Dengan kata lain, dalam masyarakat modern terjadi diferensiasi fungsi-fungsi. Diferensiasi fungsi ini semakin lama semakin mengkhusus, sehingga hanya orang-orang dengan pendidikan dan keahlian tertentu dapat dan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut”. Sistem kerja profesional semakin menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern. Dalam situasi semacam ini pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dan kesejahteraan umum semakin tergantung dari layanan profesional. Supaya fungsi pelayanan demi kesejahteraan hidup masyarakat dari profesi-profesi yang ada tetap terjamin, maka diperlukanlah etika profesi.
Jika guru sebagai profesi juga mempunyai kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang profesional karena adanya situasi ketergantungan klien atau subyek layanan terhadap kaum profesional, maka sangat diperlukan kesadaran akan etika profesi. Penyalahgunaan wewenang profesional, selain merugikan kepentingan klien dan masyarakat umum, sebenarnya juga merugikan kepentingan profesi guru sendiri. Penyalahgunaan, yang saya sebut sebagai “penyimpangan” profesi dapat merusak citra profesi yang berimbas pada menurunnya kredibilitas profesi. Jika demikian, maka himpunan profesi, sebagaimana PGRI sebenarnya juga berkepentingan menetapkan dan memberlakukan standar etika bagi para anggotanya, dalam hal ini guru.
Dimensi etis profesi guru
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah melegalisasi guru sebagai jabatan profesi. Jika demikian substansi undang-undang tersebut, maka sudah tentu etika profesi juga berlaku bagi para guru. Manakah dimensi etis yang terkandung dalam profesi guru? Sebagaimana etika profesi pada umumnya, etika profesi bagi guru tentu berkaitan dengan standar integritas profesional yang berhubungan dengan nilai-nilai dan asas-asas moral yang perlu diperhatikan sebagai pedoman perilaku bagi para guru dalam menjalani profesinya. Etika dimaksud memuat butir-butir norma yang mengatur dan menjamin integritas profesional dalam hubungan antara guru dan peserta didik.
Untuk dapat menjamin integritas profesionalnya, seorang guru sebagai tenaga edukatif secara profesional terikat oleh beberapa kewajiban moral, antara lain: memegang asas kebenaran, keadilan, kejujuran, dan berpikir ilmiah. Dalam hal memegang asas kebenaran, misalnya, seorang guru harus menjamin kebenaran informasi ilmu pengetahuan yang disampaikan kepada subjek didik. Untuk itu, guru perlu memperkaya khazanah pengetahuan, baik fakta empirik maupun teoretis, termasuk kemampuan memadukan/menghubungkan fakta dan konsep sehingga subjek didik dapat memiliki pengetahuan komprehensif.
Kewajiban guru memegang asas keadilan berarti seorang guru perlu memperlakukan setiap siswa selaras dengan hak-haknya. Untuk itu, setiap guru perlu menjaga agar tetap memiliki apa yang oleh Talcott Parsons disebut sebagai ‘kenetralan afektif’ (affective neutrality). Kenetralan afektif mengacu pada sikap seimbang, lugas, dan apa adanya di dalam menilai dan membuat putusan mengenai siswanya. Seorang guru memiliki kenetralan afektif kalau pengamatan dan penilaiannya terhadap siswa tidak dikaburkan atau bahkan dibutakan oleh keterlibatan emosional-subyektif. Kenetralan afektif tidak identik dengan sikap dingin dan tanpa keterlibatan afektif, atau bahkan acuh tak acuh. Guru harus lebih berupaya untuk sungguh-sungguh bertindak obyektif dengan tetap memandang perbedaan siswa sebagai individu yang unik.
Asas keadilan perlu didukung oleh asas kejujuran. Seorang guru harus memiliki kerendahan hati dan terbuka untuk mengatakan bahwa dalam hal-hal tertentu ia memiliki keterbatasan. Disadari atau tidak, keterbukaan itu dapat menumbuhkan gejala kepatuhan yang disebut sebagai kewibawaan. Hal ini terkait dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan subyek didik mampu belajar sesuatu mendahului gurunya, bahkan lebih menguasai sesuatu, baik yang berhubungan dengan pengetahuan teoretis maupun keterampilan-keterampilan praktis. Paradigma belajar telah berubah dari “guru yang serbatahu” menjadi “guru yang kaya strategi”. Belajar tidak lagi merujuk pada pengoveran pengetahuan oleh guru. Berdasarkan paradigma baru dimaksud, belajar merujuk pada penyediaan fasilitas oleh guru agar siswa dapat belajar mengembangkan kompetensinya. Implikasinya adalah konsep belajar-mengajar diubah menjadi konsep pembelajaran.
Keadilan dan kejujuran merupakan cermin kebijaksanaan. Sikap bijaksana ditandai oleh, antara lain, kesadaran guru akan keterbatasan-keterbatasannya, sebagaimana kata Sokrates, bahwa orang yang bijaksana adalah orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. Guru harus berada pada kutub yang jelas; benar-benar tahu, atau sebaliknya tidak tahu dan secara jujur mengatakan tidak tahu. Betapa naifnya jika seorang guru berada pada area abu-abu, yakni “merasa tahu” (padahal tidak tahu), dan lebih naif lagi kalau guru berlagak tahu/sok tahu. Sehubungan dengan itu, diperlukan keterbukaan guru, termasuk tidak merahasiakan sumber-sumber belajar yang dimilikinya.
Sikap yang dituntut
Dimensi etis terkait dengan sikap-sikap profesional yang melekat pada seorang guru. Sikap-sikap profesional dimaksud, antara lain: memiliki rasa tanggung jawab dan mencintai pekerjaan.
Tanggung jawab meliputi tanggung jawab profesional dan tanggung jawab sosial. Jika setiap profesi mempunyai fungsi pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka tanggung jawab profesional berorientasi pula pada tanggung jawab sosial. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kecerdasan sosial yang mencirikan integritasnya di tengah masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosial.
Sikap mencintai pekerjaan merupakan hulu dari sikap profesional lainnya. Jika demikian, maka sikap mencintai pekerjaan dapat disebut sebagai suatu keutamaan yang memandu setiap guru untuk menjalani profesinya secara sungguh-sungguh. Sebagai hulu dari keseluruhan sikap profesional, mencintai pekerjaan sangat dibutuhkan sebagai daya-dorong bagi terbentuknya semangat pengabdian dalam melaksanakan tugas-tugas profesional sebagai guru. Mencintai profesinya sebagai guru, berarti menemukan kebahagiaan hidupnya dari tugas mengajar dan mendidik. Jika demikian, maka bagi mereka yang “terpaksa” menjadi guru karena tidak ada pilihan pekerjaan lain, secara terpaksa pula menekuni pekerjaan sebagai guru hanya untuk mencari nafkah, dan bukan suatu cara hidup (a way of making money, and not a way of life).
Etika Profesi Seorang Guru
PENGERTIAN DAN HAKIKAT BANGSA
Bangsa (nation) atau nasional, nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
HAKEKAT BANGSA DAN UNSUR-UNSUR NEGARA KEDUDUKAN MANUSIA DALAM MASYARAKAT
Sebagai makhluk pribadi
Punya sifat berbeda (unik)
Punya kepribadian,kemandirian
Punya hak menentukan langkah sendiri tanpa pengaruh orang lain
Sebagai makhluk sosial
Untuk pemenuhan kebutuhan harus berinteraksi dengan orang lain. Mis: polisi diperlukan masyarakat untuk keamanan, siswa perlu guru agar bisa belajar
Untuk bisa diterima maka orang harus mau menghilangkan egonya.
Apa itu Bangsa?
Bangsa (politis)
Adalah kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara karena dipersatukan oleh cita-cita yang sama
Rakyat (sosiologis)
Kelompok paguyuban yang secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dalam suatu negara karena persamaan nasib ( senasib sepenanggungan)
NASIONALISME?
• Apa itu nasionalisme ?Munculnya kesadaran dari seseorang sebagai bagian dari suatu bangsa
• Kenapa bisa muncul?
– Sengsara karena dijajah oleh bangsa lain
– Adanya kebanggaan yang meluap-luap sebagai suatu bangsa besar
• Kapan nasionalisme mulai muncul di Indonesia?
– 1908 melalui BU (nasionalisme kultural)
– 1928 lewat Sumpah pemuda (nasionalisme politik)
NEGARA
• Sifat hakekat negara
- sifat memaksa
-sifat monopoli
- sifat mancakup semua
Unsur unsur Negara
1. Rakyat
orang yang diam dan berkumpul disuatu negara
2. Wilayah
bagian/tempat yang merupakan bagian tak terpisahkan dari negara
- darat - udara
- laut - wilayah ekstra teritorial
3. Pemerintah yang berdaulat
arti sempit : lembaga eksekutif (Pres dan kabinet)
arti luas : semua badan yang berwenang mengelola negara, terdiri:
- legislatif : DPR
- eksekutif : Presiden
- yudikatif : MA
- eksaminatif(kontrol): BPK
- konstitutif : MPR
4. Pengakuan negara lain
a. De facto (fakta/fisik)
kenyataan berdirinya suatu negara.
Bersifat :lemah, mudah berubah
b. De jure (hukum)
pengakuan secara tertulis dan resmi.
Bersifat: kuat, permanen
Bagaimana Negara Terbentuk?
Pendekatan faktual (historis)
Memahami proses terjadi nya negara berdasar fakta sejarah :
Pendudukan
Fusi
Cessie
Penaikan (accesie)
Aneksasi
Proklamasi
Pembentukan (innovasion)
Separatisme
Pendekatan Teoritis
Memahami proses terjadinya negara melalui teori yang dikemukakan oleh para ahli :
Teori Ketuhanan
Teori Perjanjian masyarakat
Teori Kekuasaan
Teori Hukum kodra
BENTUK NEGARA
KESATUAN
Adalah suatu negara merdeka dan berdaulat yang memiliki pemerintah pusat dan berkuasa mengatur seluruh wilayah.
Ciri-ciri :
Mempunyai 1 UUD
Mempunyai 1 presiden
Hanya pusat yang berhak membuat UU
Untuk memerintah daerah, dibagi 2 sistem
Sentralisasi, bila semua urusan diatur dan diurus pusat
Desentralisasi, pemda diberi kekuasaan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (hak otonomi)
SERIKAT (Federasi)
Disebut gabungan, suatu negara yang terdiri dari beberapa negara bagian yang tidak berdaulat. Kedaulatan tetap dipegang oleh pusat.
Ciri-ciri :
Tiap negara bag punya 1 UUD, 1 lembaga legisltif
Masing-masing negara bagian msh memegang kedaulatan ke dalam, kedaulatan keluar dipegang pusat.
Aturan yang dibuat pusat tidak lgs bisa dilaksanakan daerah, hrs dgn persetujuan parlemen negara bagian
BENTUK KENEGARAAN
(dibentuk s/d abad 19)
Pada dasarnya negara ini sudah merdeka, dibentuk karena suatu tujuan tertentu, mis :
Perserikatan negara
Uni
Dominion
Pada dasarnya negara ini belum merdeka,karena masih mendapat perlindungan dari negara lain, mis:
Protektorat
Mandat
Trustee
TUJUAN DIBENTUKNYA NEGARA
Shang Yang(532 – 428 SM)
Tujuan dibentuk negara adalah untuk membentuk kekuasaan, demi kelangsungan sang raja pribadi
Niccolo Machiavelli (1429 – 1527)
Tujuan dibentuk negara adalah membentuk kekuasaan yang mutlak, demi kebesaran bangsa dan negara
Dante Alleghieri (1265-1321)
Tujuan negara adalah membentuk perdamaian dunia
Immanuel Kant (1724-1804)
Tujuan dibentuk negara adalah untuk membentuk dan mempertahankan hukum agar hak dan kemerdekaan warga negara terpelihara dengan baik
Prof. Kranenburg
Tujuan dibentuk negara adalah untuk mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pengertian KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ).
Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
• KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
• Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
• Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan dalam megelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satauan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntunan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisisen, dan pemerataan pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntunan, dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, megendalikan pemberdayaan berbagai potensi seklah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggunngjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam KTSP, pengembangan kurikulm dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupkan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikna yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan opersional untuk mencapai tujuan sekolah.
Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karen itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikn, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagi berikut.
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Keterlibatan semua warga seklah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat sekitar.
5. Sekolah daapt bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dam masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimalkam mungkin unutk melaksanakna dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP.
Landasan KTSP
1. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
4. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
5. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006
Ciri-ciri KTSP
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.
Sumber Buku:
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2007)
FILSAFAT HUKUM
Arti secara Etimologis
Berdasar asal katanya, kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani PHILOSOPHYA. Kata ini merupakan gabungan dari dua kelompok akar kata.
Kelompok akar kata pertama adalah kata Philein dan sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti kebijaksanaan.
Cinta bukan sbg noun, bukan sbg adjective, tetapi cinta = verb
Verbà ? à kerja manusia untuk mengerjasamakan ketiga unsur dlm jiwanya à bijaksana
Kelompok akar kata kedua adalah kata phylo dan sophya. Phylo = sahabat, dan sophya = kebijaksanaan. Maksud : Manusia harus dapat berperan sbg sahabat kebijaksanaan dalam kondisi apapun juga.
Arti filsafat secara historis
Filsafat sebagai mother of scientiaum
- perlu diingat sejarah awal lahirnya filsafat sampai berkembangnya faham Positivisme
Filsafat sebagai interdisipliner ilmu
-perlu diingat berbagai fenomena dalam perkembangan ilmu (arogansi ilmiah,vak idiot,persoalan humanistik)
Arti secara terminologis
Filsafat sbg PANDANGAN HIDUP (FALSAFAH), merupakan hasil pensikapan manusia thd alam sekitarnya, kebenarannya masih bersifat subjektif, baik individual maupun kolektif.
Filsafat sbg ILMU (FILSAFAT), yg memenuhi syarat ilmu :
FILSAFAT SEBAGAI ILMU
Berobjek à Objek material = segala sst yang ada , Objek Formal = dari segi hakikat
Bermetode à Analisis Abstraksi
Bersistem à adanya kesatuan dari unsur ontologi, epistemologi, dan aksiologi
Universal à kebenaran hasil pemikirannya dpt diterima dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, minimal bagi kelompok ilmuwan yg sama.
CIRI DAN PRINSIP BERFILSAFAT
CIRI-CIRI BERFIKIR FILOSOFIS
Radikal à mendasar, mendalam
Integral à kesatuan unsur-unsur intrinsic
Komphrehensif à kesatuan dg unsur-unsur lain yg relevan à menyeluruh
Sistematik à bertahap & bertanggungjawab
PRINSIP-PRINSIP BERFIKIR FILOSOFIS
Principium Identitatis à A = A
Principium Contradictionis à A >< B
Principium Exclusi tertii à A=A / A=B
Principium Sufficient Reason à If A=B harus ada alasan cukup
Principium Exemplaris à Ada example, contoh/bukti nyata.
PENGERTIAN HUKUM
Menurut Von Savigny
= hukum tidak dibuat, tetapi hukum ada / lahir dan lenyap bersama-sama masyarakat. Pengertian ini hanya dapat diberlakukan untuk hukum kebiasaan / hukum tidak tertulis à lahir pengertian hukum tidak tertulis
Menurut Roscoe Pound
= hukum is a tool for social engineering à hukum hanya dapat diaplikasikan / berfungsi apabila masyarakat tidak berlangsung seperti yang diidealkanà pengertian ini biasanya berupa hukum tertulis / hukum formal
Pengertian hukum secara umum
hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yg mengatur keseluruhan kegiatan manusia yang disertai dengan sanksi dan bersifat imperatif.
Imperatif : Imp.hipotetis dan imp.kategoris
PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
ARTI FILSAFAT HUKUM
a. Menurut Van Apeldoorn
Fil.Hukum adl ilmu yg menjawab pertanyaan apakah hukum itu ? Ilmu hukum tidak dapat memberi jawaban yg memuaskan, krn jawabannya sebatas ada fenomenanya, gejala.Ã melahirkan hukum yg bersifat formalistic belaka
b. Menurut Utrecht
Filsafat hukum merupakan ilmu yg menjawab pertanyaan apakah hukum itu, apa sebab orang mentaati hukum, keadilan manakah yg dpt dijadikan sbg ukuran baik-buruknya hukum.
c. Secara Umum
Filsafat hukum is ilmu yg mempelajari asas / pendirian yg paling mendasar tentang hukum à ilmu yg mempelajari hakikat terdalam dari hukum à ilmu yang mencari / menemukan “ruh”-nya hukum .
2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ADANYA FILSAFAT HUKUM
Adanya kebimbangan tentang kebenaran dan keadilan dr hukum yg berlaku, dan adanya ketidakpuasan terhadap aturan hukum yg berlaku, krn tidak sesuai dg keadaan masy. Yg diatur hukum tsb.
Adanya kesangsian terhadap nilai peraturan hukum yg berlaku
Adanya aliran yg berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah hukum positif (hukum yg berlaku saat itu)
Adanya pendirian bahwa hukum adalah suatu gejala masyarakat yang harus meladeni kepentingan masyarakat, shg landasan hukum adalah penghidupan sendiri.
3. TUJUAN FILSAFAT HUKUM
Menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar filosofisnya à ditemukan hakikat, esensi, substansi, ruh-nya hukum à shg hukum mampu hidup dalam masyarakat, (kejujuran,kemanusiaan,keadilan,equity)
4. FUNGSI DAN PERAN FILSAFAT HUKUM
Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum dalam hidup bersama
Menumbuhkan ketaatan pada hukum
Menemukan ruhnya hukum
Menghidupkan hukum dalam masyarakat
Memacu penemuan hukum baru
8. KAJIAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM
Agar ruh-nya hukum dapat ditemukan maka hukum harus dikaji dengan menerapkan ciri-ciri berfikir filosofis, dan dalam menyelesaikan setiap persoalan hukum dengan menggunakan prinsip-prinsip berfikir filosofis.
MAHASISWA LATIHAN !
– diskusi kelompok penerapan ciri berfikir filosofis dlm penyelesaian masalah hukum
– mencari dua masalah hukum yang sejenis dari surat kabar (media masa), kemudian dianalisis dengan menerapkan prinsip berfikir filosofis.
5. TERBENTUKNYA HUKUM
Menurut Glastra van Loon, terbentuknya hukum dikelompokkan dalam tiga kategori :
a. Menurut Aliran Legisme (abad 15-19)
Terbentuknya hukum melalui pembuatan undang-undang, shg hukum identik dg undang-undang.
Undang-undang merupakan satu-satunya sumber hukum, shg kebiasaan dan hukum adat bukan peraturan hukum, kecuali apabila undang-undang menentukannya.
Pembentukan hukum di luar uu dianggap tidak dapat menjamin kepastian hukum, shg dianggap bukan sbg hukum.
Tokoh ; Paul Laband, Jellinek, Hans Nawiasky, Hans Kelsen, John Austin
b. Menurut Freirechtslehre (abad 19-20)
Terbentuknya hukum hanya di dalam lingkungan peradilan, dan dilakukan di peradilan à peranan hakim sangat dominan, hakim sbg pembentuk hukum.
Undang-undang dan kebiasaan bukan sumber hukum, tetapi hanya sbg sarana pembantu hakim dalam upaya untuk menemukan hukum pada kasus yg konkrit.
c. Menurut Heersende Leer (abad 20)
hukum terbentuk melalui berbagai cara:
Lewat pembentukan UU
Dengan interpretasi UU
Penjabaran dan penyempurnaan UU oleh hakim
Melalui pergaulan hidup
Lewat kasasi.
6. Sumber hukum : sesuatu yg dapat menimbulkan hukum
Sumber hukum :
SH Ideal, yg meliputi Common Law dan Authoritarian Law
SH Faktual, meliputi; Authoritarian law,common law, Jurisprudenci,traktat,doktrin.
Pendapat lain ttg sumber hukum:
Sumber hukum Material, sumber hukum yg menentukan isi kaidah hukum
Sumber hukum Formal,sumber hukum yg menentukan bentuk kaidah hukum. Materi hukum butuh suatu form agar menjadi kaidah hukum yg berlaku secara umum, mengikat dan ditaati. Bentuknya antara lain;UU, kebiasaan,adat,traktat
7. BENTUK HUKUM :
Menurut J.F Glastra van Loon, ada 4 bentuk hukum :
hukum tak tertulis
hukum tercatat
hukum tertulis
hukum yg terkodifikasi
SISTEM FILSAFAT HUKUM
1. 0ntologi hukum
Sebagai hasil penerapan ciri berfikir filosofis radikal.
Hal yang dibahas didalamnya adalah :
- Objek kajian ilmu hukum, termasuk objek kajian sesungguhnya
- Asumsi dasar ilmu hukum
Objek yang dikaji ilmu hukum : produk-produk hukum, asas hukum,sumber hukum,sistem hukum,subjek hukum.
Dalam objek hukum tersebut tidak akan ada berbagai masalah apabila di dlmnya sudah ada kesadaran hukum. Jadi objek sesungguhnya ilmu hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.
Berbagai objek ilmu hukum tersebut agar berkembang perlu kajian, kajian tersebut biasanya diawali dengan meragukan kebenaran asumsi dasarnya . Asumsi dasar dapat dipahami sebagai asas-asas hukum. Misal : Asas praduga tak bersalah. Pengertian dr asas ini adl jika seseorang belum terbukti bersalah tidak dapat diperlakukan sbg tersangka. Tingkat pemahaman dan perwujudan asas ini masih membutuhkan kajian, tidak boleh diterima begitu saja. Kajian yg dilakukan akan mengembangkan ilmu kita.
1. Dimensi Epistemologi
Dimensi epistemologi ada sebagai konsekuensi penerapan ciri berfikir filosofis ,integral.Setelah ditemukan berbagai faktor / sebab dr suatu persoalan, maka kemudian dpt ditentukan sumber persoalan,metode mengatasinya, ukuran kebenaran hasil pemikirannya / solusinya.
Jd dimensi epistemologi ilmu hukum membahas ttg sumber hukum, metodenya ilmu hukum, baik metode menemukan maupun metode analisisnya,dan ukuran kebenaran produk-produk hukum.
1. Sumber hukum is sst yg dpt menimbulkan hukum. Terdapat bbrp pendapat ttg sumber hukum, sbb:
- Glastra Van Loon : s.h is keputusan-keputusan pemerintah,jurisprudensi,kebiasaan.
- Utrecht, s.h ditentukan dr aspek sejarah, sosiologi, antropologi, dan filsafat.
- Muchsan : s.h material dan s.h formal, yg pertama menentukan isi kaidah hukum,yg kedua menentukan bentuk kaidah hukum
- scr substansial : s.h ideal dan s.h faktual.yg pertama berupa cita-cita,nilai, yang dpt berasal dr masyarakat dan penguasa. Yg kedua berupa ketentuan-ketentuan konkrit untuk mewujudkan cita-cita tadi.
2. Metode perumusan hukum
Metode yang diambil biasanya disesuaikan dg sumber kajian / objeknya. Sumber materi hukum yang ideal adl hasil konfirmasi/ dialog antara rakyat dengan penguasa.
Metode yang sesuai dengan sumber / objek kajian spt tsb menurut Mudzakkir adalah metode interpretasi. Dalam pelaksanaannya metode ini akan mempertimbangkan empat aspek, yaitu aspek ideal (ke atas), aspek kontekstual (ke bawah), aspek historis ( ke belakang), dan aspek teleologis (ke depan). Konsekuensinya setiap produk apapun pada saat perumusannya harus dipertimbangkan dengan cita-cita negara, cita-cita rakyat, latar belakang sejarah, dan tujuan bersama yg bersifat progresif. Proses perumusan hukum tidak boleh tergesa-gesa, gegabah.
Metode Pengumpulan data : Studi pustaka,wawancara,angket,observasi,angket,studi dokumen,interview
Metode Analisis data :Analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Yang banyak dipakai adalah analisis kualitatif. Jenis analisis kualitatif, a.l : deskriptif yuridis, sosiologis,filosofis,historis, dan kualitatif komparatif
Metode penemuan hukum : Interpretasi (interpretasi gramatikal, sistematis,historis, teleologis / sosiologis, komparatif, futuristis), Analogi, a contrario, penyempitan hukum, eksposisi.
3. Ukuran kebenaran produk hukum
Ada empat teori kebenaran (dlm filsafat) :
a. Teori kebenaran koherensi à tdk boleh ada contradictio interminis
b. Teori kebenaran korespondensi à sesuai fakta dlm masy.
c. Teori kebenaran pragmatis à manfaat bg masy
d. Teori kebenaran perfomatis à merubah masy (cara berfikir, sikap,perilaku,motivasi)
1. Dimensi Aksiologi
Dimensi aksiologi diakibatkan dr penerapan ciri berfikir komprehensif dan sistematik.
Apabila telah dihasilkan produk-produk hukum yang sudah terukur tingkat kebenarannya, maka dapat diterapkan dan dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan berbagai nilai yg melingkupinya, yaitu nilai yuridis,etis,estetis, religius.
Konsekuensinya, setiap produk hukum akan dapat mengangkat harkat martabat manusia dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat (sesuai dengan visi dan misi diciptakan dan dikembangkannya ilmu)
SEJARAH PEMIKIRAN TTG HUKUM
I. Masa Yunani – Romawi
Filsof-filsof I (Anaximander,Heraklitos,Permenides) ; hukum tidak terbatas pada masyarakat manusia, tetapi juga untuk semesta alam, shg antara hukum alam dan hukum positif menjadi satu, sbg bagian dari hukum Ilahi
Kaum Sofis
Negara disebut dengan Polis, dan pada abad V SM polis sudah demokratis; sudah bukan polis yg res patricia, ttp polis yangres publica.
Saat itu sudah ada aturan hukum yg jelas (UU), dan warga ikut aktif dlm pembuatan UU, shg baik dan adil hukum berdasar pada keputusan manusia, bukan pada aturan alam, shg tidak ada kebenaran objektif, yg berakibat pada suatu anggapan manusia sbg ukuran segala-galanya à kesewenang-wenangan à anarkhi à nihilisme.
Keadaan tersebut melahirkan pemikiran bagi para filsof, antara lain:
1. Socrates
Kebenaran objektif à dilakukan dg peningkatan pengetahuan à mll pendidikan, shg tugas utama negara adalah mendidik warga negara dlm keutamaan (arête). Arete is taat pada hukum negara, yg didasarkan pd pengetahuan intuitif ttg yang baik dan benar (ada dlm setiap manusia), disebut theoria. Cara : Refleksi atas diri sendiri, Gnooti Seauton.
2. Plato
- Karya (ttg negara) : Politeia dan Nomoi
- Ajaran :
A. Dualisme, ada dunia ide, eidos, dan dunia fenomen, shg negara juga ada negara ideal, dan negara fenomen. Dalam negara ideal segalanya sangat teratur secara adil.
Bagaimana dapat teratur? à dikaji dari keteraturan jiwa, yaitu ketiga unsur jiwa (akal,rasa,karsa) akan memiliki keteraturan apabila ada kesatuan harmonisà apabila perasaan dan nafsu dikendalikan dan ditundukkan oleh akal à Keadilan : terletak pada batas seimbang antara ketiga bagian jiwa à aplikasi: negara harus diatur scr seimbang sesuai dg bagian-bagiannya à keadilan. Bagian-bagian negara menurut Plato:
a.kelas orang-orang yg memiliki kebijaksanaan
b.kelas orang yg memiliki keberanian à kelas tentara
c.kelas orang yg memiliki pengendalian diri
Adil, if setiap golongan berbuat sesuai dg tempat dan fungsinya (tugasnya).
B.Kitab UU Ã didahului dg preambul (motif dan tujuan metaati UU) Ã w n taat tidak karena takut, tetapi karena insaf akan kegunaan UU tsb.Menurut Plato if ada pelanggaran disebabkan karena kekurangtahuan tentang keutamaan hidup, shg diperlukan pendidikan, pendidikan ini antara lain berupa hukuman, shg hukuman bertujuan untuk memperbaiki sikap moral si pelanggar, jika tidak dpt diperbaiki moralnya, lebih baik dibunuh.
3. Aristoteles
Karya : Politika (8 jilid)
Pemikiran : pemisahan antara hukum alam dan hukum positif à muncul masalah ketaatan. Ketaatan cenderung imp. Hipotetis bukan imp.kategoris.
JAMAN ROMAWI
Ajaran Stoa sangat berpengaruh .
Hubungan manusia dengan diri sendiri dan dg logos. Hubungan dg logos ini melalui hukum universal (lex universalis), terdapat pd segala yg ada, shg disebut pula lex aeterna (hukum abadi)à menjelma ke alam à Lex naturalis, sbg dasar bagi hukum positif.
Keutamaan seseorang adalah taatnya pada hukum alam bukan pada hukum positif, UU ditaati if sesuai dg hukum alam.
Yg penting dlm perkembangan hukum jaman ini adalah timbulnya ius gentium. Alur piker ; Budi ilahià hukum alamà berlaku di mana-mana bagi semua orang à bersifat abadià berlaku bagi semua bangsa à ditampung dlm hukum positif negaraà mjd hukum bangsa-bangsa. Jadi hukum bangsa-bangsa adalah hukum alam yg menjelma mjd hukum positif semua bangsa, jadi bukan hukum bangsa-bangsa dlm arti modern yg mengatur hubungan antar bangsa.
MASA ABAD PERTENGAHAN
Filsafat hukum tidak mengalami perkembangan, agama Kristen maju pesat
Terjadi peralihan Pemikiran-pemikiran filsafat ( termasuk fil.hukum) dipengaruhi agama Kristen, shg bercorak religius à zaman Skolastik
pemikiran, dari Yunani ke Kristiani
Tokoh :
1.Augustinus : Allah pencipta segalanya à hukum abadi (lex aeterna) à dlm jiwa manusia disebut hukum alam (lex naturalis)
2. Thomas Aquinas
Kebenaran wahyu mjd pedoman bagi kebenaran dari akal budi à keduanya diakui ada
hukum :
a.dari wahyu : hukum ilahi positif (ius divinum
positivum )
b.dari akal budi manusia
– ius naturale (primer dan sekunder)
– ius gentium
– ius positivum humanus
c. keadilan: sesuatu yg sepatutnya bagi orang lain menurut kesamaan proporsional
– iustitia distributive
– iustitia commutative
– iustitia legalis
MASA RENAISSANCE DAN MODERN
Terjadi perubahan pola dasar pemikiran manusia, dr terbelenggu mjd bebas berfikir à segala aspek kehidupan manusia mengalami perkembangan pesat (adanya ilmu-ilmu cabang, penemuan daerah baruà negara baru)
Hal tsb juga berpengaruh pd pemikiran hukum : rasio manusia yg berdiri sendiri sbg satu-satunya sumber hukum. Dalam konstruksi hukum ,logika manusia merupakan unsur penting.
Tokoh :
1. Machiavelli à Il-Principle (Sang Raja)
Naturalisme belaka : raja mempertahankan kekuasaan dg kekerasan, moral dan hukum hrs sesuai dg tuntutan politik à absolut.
2. Locke
ada tiga kekuasaan : legislative, eksekutif, federatif
Negara hukum, negara mjd neg. hukum if prinsip-prinsip dari hukum privat dan hukumpublik diwujudkan à utk mengatasi kesewenang-wenangan
3. Voltaire
Feodalisme : bangsawan dan rakyat kedudukannya dibedakan sekali à ketidakadilanà muncul slogan :Liberte, egalite, fraternite
4. Montesquieu, antara hukum alam dan situasi konkrit bangsa erat hubungannya.
hukum alam , berlaku utk manusia sbg manusiaà perealisasian dlm bentuk hukum dan negara tergantung dr situasi, histories, psikis, cultural suatu bangsa à shg UU berbeda-beda
Tiga bentuk negara: monarchi, republik, despotisme
Trias politica : legislative, eksekutif, federatif, yudikatif
pengertian filsafat hukum menrt para ahli:
1. Menurut Soetikno
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
2. Menurut Satjipto Raharjo
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta system hukumnya sendiri.
3. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyelesaian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan.
4. Menurut Lili Rasjidi
Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi berlakunya system hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang m
dari kumpulan file WYa..
yurisdiksi
Menyadari makna kedaulatan (sovereignty) dalam hubungannya dengan hukum internasional, yang didalamnya ada batasan, namun demikian hanya bagi negara yang mempunyai yurisdiksi menurut hukum internasional. Dalam hal ini pada prinsipnya yurisdiksi suatu negara, terkait tidak saja dengan ketentuan hukum nasional masing-masing negara, tetapi juga dengan hukum internasional yang berlaku.
Menurut hukum internasional, yurisdiksi diartikan the capacity of state under international law to prescribe and enforce a rule of law (Robert L./Boleslaw A., 1987:102), sedangkan yurisdiksi negara, sebagaimana dikutip Parthiana, Anne Anthony Csabafi menyatakan : “… state jurisdiction in public international law means the right of a state to regulate or effect by legislative, executive or judical measures the rights of person, property, acts events with respect to matters not exclusively of domestic concern … “
Hal ini berarti bahwa negaralah yang mempunyai wewenang terhadap benda, individu, atau melakukan tindakan tertentu dari subyek hukum; dalam kaitannya dengan hal ini, dikenal ada tiga tipe :
* Yurisdiksi menetapkan norma (jurisdiction to prescible norms)
* Yurisdiksi memaksakan aturan yang ada (jurisdiction to enforce the norm prescribed)
* Yurisdiksi mengadili (jurisdiction to edjudicate)
Dengan demikian peranan negara semakin penting. Peranan yang begitu penting tersebut memerlukan aturan dan mekanisme yang baik. Untuk itu, diharapkan setiap negara menjalin kerja sama dengan negara lain, sehingga justru banyak masalah yurisdiksi yang saling terkait dalam hubungan internasional. Implementasi pada hubungan antara negera semakin terbuka justru dalam era globalisasi, permasalahan dan kepentingan sutau negara dengan negara lain akan saling terkait dan meluas, sehingga memerlukan kerja sama hampir tanpa batas.
Berkembangnya hubungan antar negara yang semakin luas (global), menempatkan hukum internasional semakin penting dan berperan. Karena itu adanya kesepakatan internasional akan menjadi salah satu faktor penting di dalam mengatur lebih luas tentang kewenangan (hak), kewajiban dan tanggung jawab setiap negara, termasuk yang terkait dengan yurisdiksi, karena masalah yurisdiksi bukanlah semata-mata masalah dalam negeri saja.
Hukum internasional telah mengakui yurisdiksi negara atas individu, benda, dan kejadian/tindakan yang terjadi diwilayahnya. Sedangkan Starke memperluas dan membagi beberapa macam yurisdiksi negara yaitu:
* Yurisdiksi Teritorial (Teritorial Jurisdiction)
* Yurisdiksi Personal (Personal Jurisdiction)
* Yurisdiksi berdasarkan prinsip pencegahan (Jurisdiction According to the Protektive Principle).
* Yurisdiksi atas Laut Lepas (Jurisdiction on the High Sea)
* Yurisdiksi demi kepentingan Masyarakat Internasional : Perompak (Jurisdiction According to the Universal Principle : Piracy).
* Problem yurisdiksi terkait dengan pesawat terbang (Problem of Jurisdiction with Regard to Aircraft).
Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.[1]
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk [2]:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[2]
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.[2]
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.[2]
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.[3]
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.[3]
Sumber-Sumber Hukum Pidana
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.[4]Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.[3] Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain[4] :
1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).[4]
2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).[4]
3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).[4]
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain[3] :
1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.[3]
2. UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.[3]
3. UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.[3] dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.[3]
Asas-Asas Hukum Pidana
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[rujukan?] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.[4]
Macam-Macam Pembagian Delik
Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam[5] :
1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).[5]
2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.[5]
3. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga sebagai delik hukum.[5]
4. pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut delik Undang-undang.[5]
Macam-Macam Pidana
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
Hukuman-Hukuman Pokok
1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.[5]
2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara.[5] Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.[4]
3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[rujukan?] Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[rujukan?] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.[5]
4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. [5] Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.[4]
5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.[5]
Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :
1. Pencabutan hak-hak tertentu.[5]
2. Penyitaan barang-barang tertentu.[5]
3. Pengumuman keputusan hakim.[5]
Referensi
1. Ikhtisar Ilmu Hukum, Prof. DR. H. Muchsin, S.H, Hal. 84
2. Asas Asas Hukum Pidana, Prof. Moeljatno, S.H, Hal. 1
3. Pengantar Ilmu Hukum, Titik Triwulan Tutik, S.H, M.H, Hal. 216-217
4. Pengantar Hukum Indonesia, Fully Handayani, S.H, M.kn, Hal. 59-61
5. Pengantar Ilmu hukum, Subandi AL Marsudi, S.H, M.H, Hal. 146-154
Anak autis
tanda tanda Anak autis menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini:
Cara Anak Austistik Berkomunikasi :
* Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
* Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
* Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
* Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
* Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
* Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
* Suka bergumam.
* Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
* Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
* Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya
Cara Anak Austistik Bergaul :
* Tidak ada kontak mata
* Menyembunyikan wajah
* Menghindar bertemu dengan orang lain
* Menundukkan kepala
* Membuang muka
* Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
* Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
* Kurang tanggap isyarat sosial.
* Lebih suka menyendiri.
* Tidak tertarik untuk bersama teman.
* Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.
* Cara Anak Autistik Membawakan Diri :
* Menarik diri
* Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
* Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
* Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
* Lebih senang menyendiri. .
* Hidup dalam alam khayal (bengong)
* Konsentrasi kosong
* Menggigit-gigit benda
* Menyakiti diri sendiri
* Sering tidak diduga-duga memukul teman.
* Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
* Sering menangis/tertawa tanpa alasan
* Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
* Memukul-mukul benda (meja, kursi)
* Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
* Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas
Kepekaan Sensori Integratifnya Anak Autistik :
* Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
* Sensitif terhadap suara-suara tertentu
* Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
* Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.
Cara Pola Bermain anak autistik :
* Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
* Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
* Tidak bermain sesuai fungsi mainan
* Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
* Sering terpaku pada benda-benda tertentu
Keadaan Emosi Anak autistik :
* Sering marah tanpa alasan.
* Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
* Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
* Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.
Kondisi Kognitif Anak Autis :
Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.
* Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
* Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.
Sedikit ulasan tanda tanda anak autis diatas semoga mambantu anda untuk lebih faham dan lebih mengerti sehingga orangtua lebih waspada dan mengetahui kondisi anak anak anda.
Hukum Internasional
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
(i) negara dengan negara
(ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Perbedaan dan persamaan
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).
Bentuk Hukum internasional
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional dan Hukum Dunia
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.
Masyarakat dan Hukum Internasional
* Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
1. Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
2. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
* Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
* Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
* Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.
Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.
Ciri-ciri masyarakat Internasional
1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
Tokoh Hukum Internasional
* Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
* Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
* Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
* Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.
Sumber :
wikipedia
Konvensi PBB Tentang Hukum Laut Internasional
Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional merupakan suatu peraturan yang menjelaskan tentang batas-batas wilayah pada suatu negara. Konvensi ini ditandatangani oleh 119 negara peserta pada tahun 1982 di Teluk Montego dan resmi menjadi Konvensi PBB yang disebut United Nation Convention on Law of the Sea atau disingkat “Unclos 1982″. konvensi ini telah mewadahi Azas Negara Kepulauan yang pernah dilemparkan delegasi Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut I tahun 1958 di Jenewa. Gagasan asas /Negara Kepulauan ini sebelumnya telah diumumkan oleh Indonesia pada 13 Desember 1957, dikenal dengan Deklarasi Juanda. Tatkala itu Indonesia mengumumkan ketentuan tentang perairan Indonesia. Unclos 1982 berlaku efektif sejak tanggal 16 Nopember 1994 ketika lebih dari 60 negara meratifikasinya.
Dalam Unclos 1982, penentuan laut wilayah ditetapkan tidak melebihi 12 mil dari garis dasar (baseline). Bagi negara kepulauan dapat menarik garis dasar berdasarkan straight baseline yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang-karang kering terluar dan perairan kepulauan berupa laut dan selat yang terletak di sebelah dalam garis pangkal merupakan wilayah negara kepulauan. Sedang negara yang bukan negara kepulauan seperti Malaysia, Australia, Thailand, Vietnam adalah negara kontinental, berarti lebar laut teritorialnya tidak lebih 12 mil dari normal baseline yaitu garis pantai saat air terendah.
Negara yang berbatasan dengan laut dapat menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) selebar 200 mil dari garis dasar dan menentukan landas kontinen (continental shelf) yang merupakan kelanjutan daratan. Wilayahnya sampai jarak 200 mil dari garis pangkal bahkan dalam hal tertentu dapat sampai 350 mil tergantung kelanjutan daratannya, sampai jarak tepian kontinennya (continental margin).
Berdasarkan Unclos 1982, negara pantai yang berdekatan dengan Indonesia seperti India, Australia, Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Republik Palau juga mengukur lebar laut teritorial, ZEE dan landas kontinen dari garis pangkal masing-masing dan pasti mengklaim laut dan dasar laut di bawah penguasaan dan kontrol masing-masing negara. Tentu saja terjadi overlapping yang harus diselesaikan melalui perjanjian-perjanjian antarnegara baik secara bilateral maupun multilateral. Sehingga hubungan suatu negara dengan negara lain tidak terganggu karena masalah perbatasan.
Daftar Pustaka
www.suaramerdeka.com/Sengketa-Dengan-Negara-Lain.html
Implementasi Pengembangan Pembelajaran KTSP
Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Berdasarkan panduan penyusunan KTSP, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah standar yang menerapkan sistem paket, beban belajarnya dinyatakan dalam jam pelajaran ditetapkan bahwa satu jam pelajaran tingkat SMA terdiri dari 45 menit tatap muka untuk Tugas Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur memanfaatkan 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka.
Sementara itu bagi sekolah kategori mandiri yang menerapkan sistem kredit semester, beban belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). 1 (satu) sks tingkat SMA terdiri dari 1 (satu) jam pelajaran (@45 menit) tatap muka dan 25 menit tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Dengan demikian, pada sistem paket maupun SKS, guru perlu mendesain kegiatan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur dan kegiatan mandiri.
Kegiatan Tatap Muka
Untuk sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi
Untuk sekolah yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategi dikoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.
Kegiatan Tugas terstruktur
Bagi sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tugas terstruktur tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran namun dirancang oleh guru dalam silabus maupun RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
Bagi sekolah yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tugas terstruktur dirancang dan dicantumkan dalam jadwal pelajaran meskipun alokasi waktunya lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan tatap muka. Kegiatan tugas terstruktur merupakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik, peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang disarankan adalah diskoveri inkuiri dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori. Metode yang digunakan seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, atau simulasi.
Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru namun tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran baik untuk sistem paket maupun sistem SKS. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah diskoveri inkuiri dengan metode seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
Materi diambil dari Bintek KTSP
Mengenal Civic Education
Dalam buku Belajar Civic Education dari Amerika, dijelaskan bahwa Civic Education adalah pendidikan- untuk mengembangkan dan memperkuat dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain. Yang pada akhirnya cita-cita demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila setiap warganegara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya Dalam demokrasi konstitusional, civic education yang efektif adalah suatu keharusan karena kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berpikir secara kritis, dan bertindak secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan oleh karenanya mengakomodasi pihak lain, semuanya itu memerlukan kemampuan yang memadai (Benjamin Barber, 1992)
Tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal, maupun nasional. Hasilnya adalah dalam masyarakat demokratis kemungkinan mengadakan perubahan sosial akan selalu ada, jika warga negaranya mempunyai pengetahuan, kemampuan dan kemauan untuk mewujudkannya. Partisipasi warga negara dalam masyarakat demokratis, harus didasarkan pada pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan akan hak-hak dan tanggung jawab. Partisipasi semacam itu memerlukan (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, (2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, (3) pengembangan karakter atau sikap mental tertentu, dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prisip fundamental demokrasi.
Dalam civic education juga didalamnya mengembangkan tiga komponen utama: pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan watak-watak kewarganegaraan (civic dispositions).
Civic Education memberdayakan warganegara untuk dapat membuat pilihan yang bijak dan penuh dengan kesadaran dari berbagai alternatif yang ditawarkan, memberikan pengalaman-pengalaman dan pemahaman yang dapat memupuk berkembangnya komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dan prinsip yang memberdayakan sebuah masyarakat bebas untuk tetap bertahan.
Civic Education bukan hanya meningkatkan partisipasi warga negara, tetapi juga menanamkan partisipasi yang berkompeten dan bertanggungjawab dan kompeten harus didasarkan pada perenungan (refleksi), pengetahuan dan tanggung jawab moral.
Ace Suryadi mengatakan bahwa Civic Education menekankan pada empat hal :
Pertama, Civic Education bukan sebagai Indoktrinasi politik, Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial dalam masyarakat. Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan seceptnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam hal ini civic education lebih dipentingkan karena menekankan pada:
Pertama, Civic Education tidak hanya sekadar melayani kebutuhan-kebutuhan warga dalam memahami masalah-masalah sosial politik yang terjadi , tetapi lebih dari itu. Ia pun memberikan informasi dan wawasan tentang berbagai hal menyangkut cara-cara penyelesaian masalah . dalam kontek ini, civic education juga menjanjikan civic knowledge yang tidak saja menawarka solusi alternatif, tetapi juga sangat terbuka dengan kritik (kontruktif). Kedua, Civic education dirasakan sebagai sebuah kebutuhan mendesak karena merupakan sebuah proses yang mempersiapkan partisipasi rakyat untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis.
Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan tujuan menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan kan peran warga dalam masyarakat demokratis.
Guna membangun masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan agar warganya dapat mengkritisi dan memahami permasalahan yang ada. Dengan demikian civic education akan menghasilkan suatu pendidikan yang demokratis dengan melahirkan generasi masa depan yang cerdas, terbuka, mandiri dan demokratis.
Sehingga diharapkan civic education dapat memberikan nilai-nilai demokrasi dengan tujuan : Pertama, Dapat memberikan sebuah gambaran mengenai hak dan kewajiban warga negara sebagai bagian dari integral suatu bangsa dalam upaya mendukung terealisasinya proses transisi menuju demokrasi, dengan mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM dan civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, Menjadikan warga negara yang baik (good citizen) menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengedepankan semangat demokrasi keadaban, egaliter serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Ketiga, Meningkatkan daya kritis masyarakat sipil. Keempat, Menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat sipil secara aktif dalam setipa kegiatan yang menunjang demokratisasi, penegakan HAM dan perwujudan civil society.
Pengertian Negara Dan Fungsi Negara - Pendidikan Kewarganegaraan PKn
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :
- Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
- Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
- Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa.
Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama.
Fungsi-Fungsi Negara :
1. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
FILSAFAT DAN SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Setiap pemikir mempunyai definisi berbeda tentang makna filsafat karena pengertiannya yang begitu luas dan abstrak. Tetapi secara sederhana filsafat dapat dimaknai bersama sebagai suatu sistim nilai-nilai (systems of values) yang luhur yang dapat menjadi pegangan atau anutan setiap individu, atau keluarga, atau kelompok komunitas dan/atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara tertentu. Pendidikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, sistimatis, untuk mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap, moral dan nilai-nilai hidup dan kehidupan, ketrampilan, dll.) dari suatu generasi ke generasi lain. Adapun visi, misi dan tujuannya yang ingin dicapai semuanya berlandaskan suatu filsafat tertentu. Bagi kita sebagai bangsa dalam suatu negara bangsa (nation state) yang merdeka, pendidikan kita niscaya dilandasi oleh filsafat hidup yang kita sepakati dan anut bersama.
Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukan kita sebagai bangsa (nation formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation state) yang merdeka, pada setiap kurun zaman, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari filsafat yang menjadi fondasi utama dari setiap bentuk pendidikan karena menyangkut sistem nilai-nilai (systems of values) yang memberi warna dan menjadi “semangat zaman” (zeitgeist) yang dianut oleh setiap individu, keluarga, anggota¬-anggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara nasional. Landasan filsafat ini hanya dapat dirunut melalui kajian sejarah, khususnya Sejarah Pendidikan Indonesia.
Sebagai komparasi, di negara-negara Eropa (dan Amerika) pada abad ke-19 dan ke-20 perhatian kepada Sejarah Pendidikan telah muncul dari dan digunakan untuk maksud-maksud lebih lanjut yang bermacam-macam, a.l. untuk membangkitkan kesadaran berbangsa, kesadaran akan kesatuan kebudayaan, pengembangan profesional guru-guru, atau untuk kebanggaan terhadap lembaga¬-lembaga dan tipe-tipe pendidikan tertentu. (Silver, 1985: 2266).
Substansi dan tekanan dalam Sejarah Pendidikan itu bermacam-macam tergantung kepada maksud dari kajian itu: mulai dari tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi nasional, sistim pendidikan beserta komponen-komponennya, sampai kepada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan, termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan gerakan-gerakan sosial. Sehubungan dengan MI semua Sejarah Pendidikan erat kaitannya dengan sejarah intelektual dan sejarah sosial. (Silver, 1985: Talbot, 1972: 193-210)
Esensi dari pendidikan itu sendiri sebenarnya ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta (estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa. Oleh sebab itu sejarah dari pendidikan mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan masyarakat pelakunya sendiri, sejak dari pendidikan informal dalam keluarga batih, sampai kepada pendidikan formal dan non-formal dalam masyarakat agraris maupun industri.
Selama ini Sejarah Pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau “tradisional” yang umumnya diakronis yang kajiannya berpusat pada sejarah dari ide¬-ide dan pemikir-pemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem pendidikan dan lembaga-lembaga, atau sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan. (Silver, 1985: 2266) Pendekatan yang umumnya diakronis ini dianggap statis, sempit serta terlalu melihat ke dalam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam pendidikan beserta segala macam masalah yang timbul atau ditimbulkannya, penanganan serta pendekatan baru dalam Sejarah Pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan pendidikan kemudian. (Talbot, 1972: 206-207)
Para sejarawan, khususnya sejarawan pendidikan melihat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat; antara penyelenggara pendidikan dengan pemerintah sebagai representasi bangsa dan negara yang merumuskan kebijakan (policy) umum bagi pendidikan nasional. Produk dari pendidikan menimbulkan mobilitas sosial (vertikal maupun horizontal); masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan yang dampak-dampaknya (positif ataupun negatif) dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya, timbulnya golongan menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai dengan pasar kerja; atau kesenjangan dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan lanjutan yang hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang kaya dengan pendidikan terminal dari anak–anak yang orang tuanya tidak mampu; komersialisasi pendidikan dalam bentuk yayasan-yayasan dan sebagainya. Semuanya menuntut peningkatan metodologis penelitian dan penulisan sejarah yang lebih baik danipada sebelumnya untuk menangani semua masalah kependidikan ini.
Sehubungan dengan di atas pendekatan Sejarah Pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru yaitu a.l, interdisiplin. Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah dengan sinkronis ilmu-ihmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tertentu seperti antropologi, sosiologi, dan politik telah memasuki “perbatasan” (sejarah) pendidikan dengan “ilmu-ilmu terapan” yang disebut antropologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan politik pendidikan. Dalam pendekatan ini dimanfaatkan secara optimal dan maksimal hubungan dialogis “simbiose mutualistis” antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial.
Sejarah Pendidikan Indonesia dalam arti nasional termasuk relatif baru. Pada zaman pemerintahan kolonial telah juga menjadi perhatian yang diajarkan secara diakronis sejak dari sistem-sistem pendidikan zaman Hindu, Islam, Portugis, VOC, pemerintahan Hindia-Belanda abad ke-19. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan zaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka model diakronis ini masih terus dilanjutkan sampai sekarang.
Perkuliahan dilakukan dengan pendekatan interdisiplm (diakronik dan/atau sinkronik). Untuk Sejarah Pendidikan Indonesia mutakhir, substansinya seluruh spektrum pendidikan yang secara temporal pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia; hubungan antara kebijakan pendidikan dengan politik nasional pemerintah, termasuk kebijakan penyusunan dan perubahan kurikulum dengan segala aspeknya yang menyertainya; lembaga-lembaga pendidikan (pemerintah maupun swasta); pendidikan formal dan non-formal; pendidikan umum, khusus dan agama. Singkatnya segala macam makalah yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia dahulu dan sekarang dan melihat prosepeknya ke masa depan. Sejarah sebagai kajian reflektif dapat dimanfaatkan untuk melihat prosepek ke depan meskipun tidak punya pretensi meramal. Dalam setiap bahasan dicoba dilihat filosofi yang melatarinya.
Sumber-sumber yang digunakan: sumber pertama (primary sources) berupa dokumen-dokumen yang menyangkut kebijakan pendidikan; sumber kedua (secondary sources) benipa artikel, monograf, atau buku-buku tentang perkembangan dan makalah pendidikan. Sebagai bahan komparasi sumber-sumber mengenai Sejarah Pendidikan di negara-negara lain yang dapat diperoleh melalui internet dll.
Cara penyajian kuliah sebagian besar melalui diskusi-diskusi, terutama membahas dokumen-dokumen dari sumber-sumber pertama; membuat Chapter dan/atau Book Report; menyusun makalah individual dan/atau kelompok yang didiskusikan.
Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode 2009–2014 berjumlah 560 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sejarah
Pada masa penjajahan Belanda, terdapat lembaga semacam parlemen bentukan Penjajah Belanda yang dinamakan Volksraad. Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta. Tanggal peresmian KNIP ini (29 agustus 1945) dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
* Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
* Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
* Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
* Wakil Ketua III : Adam Malik
Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI telah mengalami 16 pergantian periode, diantaranya dipilih melalui Pemilihan Umum, yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009.
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
* Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
* Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
* Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
* Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
* Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
* Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
* Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
* Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
* Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
* Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
* Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
* Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
* Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
* Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
* Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;