Menang kalah bukan masalah..
Persahabatnlah yang terhebat..
Senyuman hangat takkan terlupakan..
Dan tunjukkan kepada dunia..
Kita bisa..kita pasti bisa..
Kita akan raih bintang-bintang…
"Jika kita tua nanti ingatlah hari ini.... (project pop)"
Jika kita tua nanti ingatlah hari ini.... Civic Education'08
GURU
Pengertian guru sangat banyak makna dan arti, ada yang bilang juga arti guru di gugu terus ditiru yang dalam bahas Indonesia artinya adalah dipercaya dan di contoh. Guru dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah “berat” adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
McLeod, (1989) berasumsi guru adalah seseorang yang pekerjaanya mengajar orang lain. Kata mengajar dapat kita tapsirkan misalnya :
1. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitip).
2. Melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik)
3. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektip)
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorangguru.
Jadi pengertian guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaanya utamanya mengajar (UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3)
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru. Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif. Breen dan Candlin dalam Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peranguru adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.
Menurut tinjauan psikologi,kepribadian berarti sipat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai sipat yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini kepribadian adalah karakter atau identitas.
Kepribadian Guru
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia.Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan.Mengenai pentingnya kepribadian guru,seorang psikolog terkemuka Prof. Dr Zakiah Dardjat ( 1982) menegaskan :
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya,ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menngah) .Secara konstitsional,guru hendaknya berkepribadianh Pancasila dan UUD 45 yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan YME,disamping itu dia harus punya keahlian yang di perlukan sebagai tenaga pengajar.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru adalah
1. Fleksibilitas kognitif
2. Keterbukaan Psikologis pribadi guru.
Fleksibilitas kognitif ( keluwesan ranah cipta ) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu.Kebalikanya adalah frgiditas kognitif atau kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurang mampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.Guru yang fleksibel pada umunya di tandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi.Selain itu ia juga mempunyai resistensi (daya tahan ) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu seorangguru yang fleksibel selalu berpikir kritis.Berpikir kritis adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang di pusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu,dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye,1990)
Keterbukaan Psikologis pribadi guru. Hal lain yang menjadi paktor menentukan keberhasilan tugas guru adalah keterbukaan psikologs guru itu sendiri.Guru yang terbuka secara psikologi akan di tandai dengan kesediaanya yang relatip tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antar lain siswa,teman sejawat,dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja.Ia mau menerima kritik dengan ikhlas.Disamping itu ia juga memiliki empati,yakni respon afektip terhadap pengalaman emosionalnya dan perasaan tertentu orang lain.(Reber,1988). Contohnya jika seorang muridnya di ketahui sedang mengalami kemalangan,maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbuksaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa..Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimilikiguru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.Keterbukaan psikologis juga di perlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadiguru dan siswa yang harmonis,sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
Kompetensi Profesionalisme Guru.
Kompetensi
Pengertian kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Selain kemampuan kompetensi juga berarti keadaan berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.Jadi kompetensiguru adalah merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan kewajiban–kewajibanya secara bertanggung jawab dan layak.
Intinya, Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
Jenis Kompetensi
1. Kompentensi Pribadi
a. Mengembangkan Kepribadian
• Bertqwa kepada Allah SWT
• Berperan akkif dalam masyarakat
• Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru
b. Berinteraksi dan Berkomunikasi
• Berinteraksi dengan rekan sejawat demi pengembangan kemampuan professional
• Berinteraksi dengan masyarakat sebagai pengemban misi pendidikan
c. Melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan
• Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar
• Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus
d. Melaksanakan Administrasi Sekolah
• Mengenal administrasi kegiatan sekolah
• Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
e. Melaksanakan penelitian Sederhana Untuk Keperluan Pengajaran
• Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah
• Melaksanakan penelitian sederhana
2. Kompetensi Profesional
1. Menguasai landasan kependidikan
• Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional
• Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat.
• Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.
1. Menguasai bahan pengajaran
• Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dari menengah
• Menguasai bahan pengajaran.
1. Menyusun program pengajaran
• Menetapkan tujuan pembelajaran
• Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran
• Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
• Memilih dan memanfaatkan sumber belajar.
1. Melaksanakan program pengajaran
• Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
• Mengatur ruangan belajar
• Mengelola interaksi belajar mengajar
1. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
• Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
• Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Kompetensi guru yang diteliti meliputi empat kategori.
1. Kemampuan guru dalam merencanakan program belajar mengajar.
2. Kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran.
3. Kemampuan guru dalam melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar.
4. Kemampuan dalam menilai kemajuan proses belajar mengajar.
Profesionalsime
Profesionalsime sendiri berasal dari kata profesus (bahasa latin), yang berarti siap tampil di depan publik. Jadi untuk tampil di depan umum, seorang professional harus telah siap untuk menghadapi semua masalah dan menyelesaikannya dengan baik
Ada yng mengatakan bahwa Profesional adalah suatu bidang pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain sebuah profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.
Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memilki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam. Namun sebelum sampai pada pembahasan kompetensi ada beberapa syarat profesi yang harus dipahami terlebih dahulu.
Jadi, guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi sebagai sumber kehidupan.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Profesionalisme guru yang dimaksud dalam skripsi ini adalah guru Fiqih yang profesional. Adapun guru profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa, yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik.
Seorang yang memiliki predikat professional memiliki ciri-ciri yang selalu melekat dalam pikirannya, dan tercermin dalam tingkah laku dari para professional. Ciri-ciri professional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Disiplin
2. Berorientasi pada kualitas
3. Rajin dan antusias
4. Berpikir positif
5. Fleksibel
6. Rasional
7. Etis
8. Kompeten
9. Strategis
Semua ciri tersebut memiliki hubungan dengan kebiasaan kita sehari-hari. Jadi untuk menjadi seorang yang professional, kita harus merubah secara terus-menerus kebiasaan kita, mencapai yang lebih baik, dan lebih baik.
Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru adalah bisa didasarkan kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah kompetensi professional. Kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan Guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme Guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai.
Ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru, yaitu :
1. Sertifikasi sebagai sebuah sarana
Tujuan sertifikasi guru adalah:
• Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
• Pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
• Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
• Meningkatkan martabat guru
• Meningkatkan profesionalitas guru
Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.
• Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
• Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak
Berkualitas dan tidak profesional.
• Meningkatkan kesejahteraan guru
2. Perlunya perubahan paradigma
3. Jenjang karir yang jelas
4. Peningkatan kesejahteraan yang nyata
5. Gaji yang memadai.
6. Kurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu.
7. Pelatihan dan sarana
Kamudian Apa Peran Guru dalam Proses Pendidikan?
Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
2. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
4. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
« PROBLEMATIKA SDM “GURU” DALAM PENERAPAN KTSP (Sebuah renungan mencari jalan keluar) *)
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBUAH KENISCAYAAN DALAM PBM DI KELAS »
MENINGKATKAN PERAN GURU SEBAGAI AGENT OF CHANGE PEMBELAJARAN SISWA *)
September 16, 2009 by drarifin
Rate This
Oleh: Dr. ARIFIN, M.Si.
(Guru Sosiologi SMA Islam Malang,
dan Dosen FISIP Universitas Brawijaya Malang)
Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi membawa pengaruh perubahan yang luar biasa terhadap pola kehidupan ummat manusia di belahan bumi ini. Terjadi transformasi budaya pada seluruh sendi kehidupan masyarakat, sehingga perubahan demi perubahan terus terjadi baik pada ranah kompleks ide, kompleks kelakuan berpola, dan kompleks sistem teknologi (Koentjaraningrat, 1982; Sztompka. 2004). Disamping itu era globalisasi yang ditandai dengan transformasi informasi-tehnologi (IT) mengkondisi proses-proses kehidupan di berbagai bidang berada pada arus high competition yang begitu cepat dan mendasar dengan membawa beragam resiko kehidupan (Giddens, A.. 2001). Perubahan fenomena kehidupan terkini tersebut, ditangkap oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan perubahan pada orientasi pembangunan nasional, yaitu dari lebih menekankan pada orientasi economic recource development, bergeser untuk mulai memperhatikan ke human resource development. Khususnya dibidang pendidikan pemerintah telah menyusun Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam rangka meningkatkan kualitas guru dan dosen, disusun pula Undang Undang No. 14 tahun 2005 tenang Guru dan Dosen, selanjutnya dikeluarkan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, dan beberapa produk hukum lainnya. yang berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mereformasi pembangunan bidang pendidikan. Semua produk hukum yang berkaitan dengan pendidikan tersebut pada dasarnya merupakan realitas teoritik (das sollen ) tentang komitmen pemerintah untuk memajukan sistem pendidikan nasional.
Persoalannya adalah, apa yang tersaji dalam realitas sehari-hari di lapangan (das sain), khususnya tentang kemampuan profesional guru masih belum terberdayakan secara maksimal, sehingga dari aspek pendidik banyak kendala yang muncul di lapangan dalam mengimplementasikan beragam peraturan tersebut (Depdiknas, 2006). Dalam dua tahun terakhir (sejak 2006) pemerintah telah memulai melakukan program sertifikasi guru, dan salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas profesional guru. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa proses pembangunan pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan yaitu, adanya kesenjangan antara realitas teoritik (das sollen ) dengan realitas emipirik (das sain) dalam proses kualitas layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan analisis kajian deskriptif kualitatif, dengan fokus kajian tentang: Apa yang menjadi orientasi teoritik tentang agent of change?; (b) Bagaimana fungsi atau peran guru sebagai agent of change pembelajaran di kelas?; dan (c) Bagaimana langkah strategis dalam meningkatkan peran guru sebagai agent of change pembelajaran?.
Tujuan analisis ini adalah ingin memberikan beberapa alternatif pemikiran pada para guru dalam meningkatkan peran mereka sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.
Orientasi Teoritik Tentang Agent of Change
Hakikat pembelajaran adalah ’suatu proses perubahan tingkah laku anak’ (Wuryani, 2002; Sagala, S. 2006), yaitu perubahan dari tidak baik menjadi baik, dari tidak bisa mengerjakan sesuatu menjadi bisa mengerjakan sesuatu. Persoalan yang muncul adalah, faktor apakah yang paling menentukan bagi setiap individu mampu melakukan suatu perubahan dalam hidupnya?. Beragam teori telah dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab persoalan tersebut, baik teori-teori yang berorientasi pada paham positivisme maupun idealisme (Lauer, R., 1978). Dalam analisis kajian ini, penulis lebih menekankan pada teori-teori yang berorientasi pada pandangan idealisme atau konstruktivisme, yang menempatkan faktor pikiran dan jiwa individu sebagai penentu terjadinya perubahan sosial-budaya (Sztompka. 2004), sedangkan teori-teori yang berorientasi positivis tidak dijelaskan atau tidak dijadikan sebagai orientasi dalam kajian ini. Diantara teori yang berorientasi idealisme dalam memandang makna, penyebab dan agen pendorong perubahan sosial-budaya adalah: Pertama, teori ’kepribadian kreatif’ oleh Everette Hagen. Diantara asumsi dasar teori ini adalah: (a) faktor kunci terjadinya perubahan sosial-budaya ditentukan oleh kondisi psikologi atau kepribadian kreatif individu; (b) kepribadin individu yang selalu mendorong ke arah perubahan adalah kepribadian kreatif atau inovatif; dan (c) ciri kepribadian kreatif atau inovatif adalah menjunjung tinggi pengetahuan, otonomi, keteraturan hidup, humanis dan disiplin nurani serta tegas atau adil (Hagen, E., 1962). Jadi, menurut teori ini faktor kunci terjadinya perubahan sosial-budaya, termasuk aspek pembelajaran budaya di sekolah adalah berkembangnya kepribadian kreatif pada diri warga sekolah (pendidik, tenaga kependidikan dan siswa).
Kedua, teori ‘kebutuhan berprestasi’ yang dikenal ‘need for achievement atau n-Ach’ oleh David Mc. Cleeland. Diantara asumsi pokok teori ini adalah: (a) faktor utama penyebab terjadinya perubahan sosial-budaya adalah adanya dorongan dari dalam individu (pikiran dan jiwanya) untuk berkarya secara maksimal; (b) sikap mental selalu ingin berkarya (semangat berprestasi menjadi kebutuhan dasar hidupnya) yang berkembang di masyarakat akan menjadi penyebab perubahan kearah kemajuan; dan (c) mentalitas n-Ach tersebut harus terus ditanamkan sejak masa kanak-kanak (Mc-Clelland, D., 1961). Jadi, sejatinya yang menjadi dasar penyebab atau agen perubahan adalah faktor kualitas mental seseorang untuk selalu ingin berkarya dan berprestasi sepanjang usia hidupnya, kebutuhan untuk berkarya bagaikan darah yang mengalir dalam tubuh.
Ketiga, teori ‘mentalitas modern’ oleh Alex Inkeles dan David Smith. Diantara ciri mentalitas modern yang mendorong terjadinya perubahan adalah: cinta pada perkembangan Iptek; selalu menjalin kontak dengan pihak lain; mentalitas kompetitif dan inovatif; orientasi hidup ke masa depan dan menghargai harkat martabat orang lain (Budiman, A,. 1995 ). Berdasarkan ketiga teori tersebut dapat disimpulkan, bahwa yang menjadi agen perubahan (agent of change) dalam proses kehidupan adalah para individu yang mempunyai kualitas jiwa, pikiran atau mentalitas positif dalam proses-proses sosialnya.
Diantara sikap mental positif yang akan menjadi penggerak perubahan sosial budaya antara lain: (a) cinta pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (b) selalu menjalin kontak-komunikasi dengan orang lain atau dunia luar; (c) menjunjung tinggi prestasi orang lain dan pandangan karya untuk karya; (d) menghargai harkat dan martabat orang lain atau bersikap demokratis-humanis; (e) menghargai waktu dan berorientasi hidup ke masa depan; (f) melakukan sesuatu pekerjaan berdasarkan perencanaan yang matang; (g) merasa tidak puas terhadap karya budaya yang telah ada, dan selalu ingin membaharuhi hidup; dan (h) menjunjung tinggi nilai atau prinsip, bahwa upah sesuai dengan karya (Budiman, A,. 1995; Sztompka. 2004). Jadi, ketika seseorang memiliki ciri-ciri: kepribadian kreatif, mentalitas untuk berprestasi, dan mentalitas modern tersebut di atas, maka dia akan mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) dalam kehidupan kelompoknya (Lauer, R., 1978).
Guru Sebagai Agent of Change Pembelajaran Siswa
Dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Undang Undang No.14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, bahwa kedudukan, peran dan fungsi guru sangat sentral dalam membangun kualitas pendidikan nasional. Merujuk pada beberapa peraturan perundangan bidang pendidikan tersebut di atas, baik berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah sampai Permendiknas, pada era sekarang dan akan datang setiap guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu: (1) Kompetensi pedagogik, meliputi: (a) kemampuan memahami peserta didik; (b) kemampuan memahami prinsip pembelajaran; (c) kemampuan melaksanakan prinsip pembelajaran; (d) kemampuan merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran; dan (e) kemampuan mengembangkan potensi peserta didik; (2) Kompetensi kepribadian, meliputi: (a) kemampuan bertindak sesuai nilai dan norma kehidupan; (b) konsisten membangun sikap mental positif; (c) menjunjung tinggi prinsip kemaslahatan hidup; dan (d) kemampuan mewujudkan akhlak mulia; (3) Kompetensi sosial, meliputi: (a) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan peserta didik; (b) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan sesama guru; (c) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan tenaga kependidikan; (d) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan orang tua/ wali siswa; dan (e) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan warga masyarakat; (4) Kompetensi profesional, meliputi: (a) kemampuan penguasaan materi pembelajaran; (b) kemampuan menerapkan konsep-konsep keilmuan dengan kehidupan sehari-hari; dan (c) kemampuan dalam membuat karya ilmiah tenang pendidikan.
Menyimak beragam teori tentang agen perubahan yang telah diuraikan di atas, kemudian dikomperasikan dengan beragam kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah: (a) guru termasuk salah satu faktor kunci dalam menentukan kualitas dan keberhasilan proses pembelajaran siswa di kelas; (b) guru yang memiliki kualitas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional, akan mampu berperan sebagai salah satu agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di kelas; dan (c) guru diharapkan tetap konsisten dalam mengajar, membimbing dan mendidik siswa untuk mengembangkan kualitas intelektual, emosional dan spiritualnya dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tulodo.
Menurut Chin dan Benne dalam Lauer, R., (1978), ada tiga metode yang dapat digunakan oleh agent of change dalam mendorong atau mempengaruhi terjadinya perubahan sosial budaya, yaitu: (1) metode rasional–empiris; (2) metode normatif–edukatif; dan (3) metode paksaan–kekuasaan. Apabila mencermati paradigma pembelajaran dan sistem evaluasi yang dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka motode yang dapat digunakan oleh guru sebagai agen perubahan (agent of change) dalam mendorong terjadinya perubahan kualitas pembelajaran siswa di kelas adalah metode pertama (metode rasional–empiris) dipadukan dengan metode kedua (metode normatif–edukatif) (Depdiknas. 2003; BSNP, 2006)
Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agent of Change
Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa kondisi kualitas guru di Indonesia secara makro masih belum terberdayakan secara maksimal, dan diantara faktor kunci penyebabnya adalah kondisi mentalitas, motivasi atau dorongon internal guru untuk terus belajar, berinovasi dalam pembelajaran dan terus mengikuti perkembangan Iptek terkini masih relatif rendah (Oemar, H., 2002; Tilaar, 2002; Wahab, A.A., 2007). Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam meningkatkan peran guru sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di kelas antara lain: Pertama, membangun kualitas mentalitas positif guru melalui kegiatan pelatihan ’motivasi berprestasi’ dan sejenisnya secara periodik, misalnya pembinaan dan pelatihan ESQ. Meskipun setiap guru secara teoritik telah mengetahui sebagian teori-teori psikologi pembelajaran, dia tetap memerlukan penyegaran orientasi dan wawasan hidup prospektif dari para pakar psikologi atau para motivator dalam menghadapi beragam persoalan pekerjaan sebagai pendidik. Dalam hal ini fokus pelatihan lebih ditekankan pada upaya membangun konsistensi diri sebagai pendidik sepanjang karir profesinya untuk mengembangkan tentang: (a) prinsip selalu belajar (learning principle); (b) prinsip kebutuhan untuk berprestasi (need achievement principle); (c) prinsip kepemimpinan (leadership principle); prinsip orientasi hidup ke depan (vision principle); dan (d) prinsip menjadi pencerah dalam kehidupan kelompok (well organized principle) (Agustian, A.G. 2005; Seligman, M. 2005). Ketika lima prinsip tersebut terinternalisasi dengan baik pada diri setiap guru, maka guru tersebut akan mampu bertindak sebagai agent of change pembelajaran peserta didik, baik pada aspek emosional, kepribadian dan pengetahuan-ketrampilan peserta didik. Demikian juga sebaliknya, ketika kelima prinsip tersebut tidak menyatu dan tidak berkembang pada diri setiap guru, maka kehadiran guru di kelas hakikatnya kurang berfungsi dalam menyiapkan peserta didik untuk menghadapi beragam tantangan hidup di era globalisasi.
Kedua, menyikapi kondisi guru yang masih belum memahami beragam inovasi pembelajaran dan arti pentingnya pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran, maka strategi yang dapat dilakukan adalah setiap satuan pendidikan harus mempunyai ’tim ahli inovasi pembelajaran’. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh tim ahli inovasi pembelajaran dalam meningkatkan kualitas guru adalah: (a) melakukan diskusi kolegial tentang pengembangan penguasaan konsep-konsep keilmuan dan perkembangan teknologi terkini; (b) melakukan penyusunan soal-soal sesuai dengan standar kompetensi kelulusan BSNP; (c) melakukan penyusunan bahan ajar atau modul dan melakukan pelatihan penggunaan multi media berbasisi IT; (d) melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas; (e) melibatkan guru dalam proses evaluasi diri sekolah (school self evaluation); dan (f) memberikan masukan atau diskusi kolegial tentang penerapan metode pembelajaran yang menegakkan pilar-pilar pembelajaran, yaitu: learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar berbuat), learning to gether (belajar hidup bersama), dan learning to be (belajar menjadi seseorang) (Djohar, 1999). Ketika ’tim inovasi pembelajaran’ di setiap satuan pendidikan mampu melaksanakan keenam fungsi tersebut dengan baik dalam pemberdayaan kemampuan guru, maka setiap guru diasumsikan mampu berperan sebagai agent of change pembelajaran siswa di sekolah.
Ketiga, membangun mentalitas kerjasama sebagai team work yang kokoh. Semua guru pada satuan pendidikan dalam proses layanan pendidikan harus menyatu bagaikan satu bangunan kokoh (kesatuan sistem). Proses interaksi dissosiatif sesama pendidik dalam pemberian layanan pendidikan harus diminimalisir (Usman, M.U., 2000; Sanjaya, W. 2007). Oleh karena itu, dalam konteks pemberian layanan pembelajaran di satuan pendidikan yang berkualitas, seharunya setiap guru senantiasa belajar untuk memajukan satuan pendidikannya melalui enam konsep yaitu: (1) system thinking; (2) mental models; (3) personal mastery; (d) team learning and teaching; (e) shared vision; dan (6) dialog (Peter dalam Soetrisno, 2002). Dalam membangun kualitas mental guru sebagai suatu team work untuk melaksanakan keenam konsep tersebut, kedudukan dan peran kepala sekolah adalah sangat sentral. Kepala sekolah harus mampu memainkan peran baru (new rules), ketrampilan baru (new skills), dan mampu mengaplikasikan sarana baru dari permasalahan yang timbul (new tools). Kepala sekolah harus: (a) berperan sebagai perancang (designer) kebijakan strategis terhadap aplikasi keenam konsep tersebut; (b) berfikir integral dalam mencermati tantangan pendidikan ke depan (visioner).; (c) mampu membangkitkan learning organization; (d) mendorong setiap guru untuk mengembangkan potensi profesinya secara maksimal; dan (e) terbuka pada kritik dan saran yang konstruktif; transparan dan tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya sekolah (Arifin, 2007). Ketika guru pada setiap satuan pendidikan mampu menjalin kerjasama dalam mewujudkan keenam konsep tersebut, diasumsikan mereka akan mampu berperan sebagai agent of change pembelajaran siswa di sekolah dengan baik. Pakar psikologi Seligman, M. (2005), mengatakan ’ketika individu mampu membangun mentalitas positif, misalnya sanggup menjalin komunikasi humanis di setiap kehidupan kelompok, maka individu tersebut akan mampu meraih kebahagiaan dan keberhasilan puncak dalam hidupnya’.
Keempat. Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, melalui pengawas sekolah terus melakukan pemantauan atau pembinaan terhadap kinerja guru dalam mengimplementasikan empat kompetensi dasar guru profesional. Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pengawas dalam proses pembinaan kinerja profesional guru agar mampu menjadi salah satu agent of change pembelajaran di sekolah, yaitu sosok pribadi seorang pengawas sebagai pembina kinerja guru profesional harus betul-betul berkualitas, antara lain: (a) seorang pengawas harus paham secara teoritis dan aplikatif tentang beragam teori psikologi pembelajaran; (b) seorang pengawas harus berwawasan integral, demokratik, visioner dan mempunyai keunggulan IESQ; (c) seorang pengawas harus punya kemampuan multi, baik menyangkut disiplin keilmuan tertentu, managerial, komunikator/ motivator, dan humanis; (d) seorang pengawas harus menguasai secara konseptual dan aplikatif tentang research pendidikan dengan beragam strategi atau pendekatan research; dan kemampuan lainnya sesuai dengan statusnya sebagai pengawas sekolah.
Diantara langkah yang dapat dilakukan pengawas dalam proses pembinaan kualitas profesional guru sebagai agen perubahan pembelajaran di kelas antara lain: (a) membuat instrumen pemantauan kinerja guru profesional, yang memuat empat standar kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional) dan masing-masing kompetensi tersebut dijabarkan secara rinci kedalam beberapa indikator yang terukur. Instrumen tersebut harus disosialisasikan sejak dini pada semua guru untuk dipahami dan dilaksanakan; (b) pelaksanaan pemantauan instrumen kinerja guru profesional tersebut dilakukan secara ‘silang proporsional’, yang melibatkan pengawas, kepala sekolah dan teman sejawat (guru) serta peserta didik (siswa); dan (c) pada akhir tahun pelajaran dilakukan evaluasi yang melibatkan pengawas, kepala sekolah dan guru yang bersangkutan secara ‘bijak’, artinya baik pengawas, kepala sekolah maupun guru sama-sama melakukan refleksi atau instropeksi tentang optimalisasi kinerja sesuai dengan instrumen standar kompetensi yang telah disusun. Ketika proses pembinaan kualitas kinerja guru berjalan dengan baik, kemudian diikuti dengan peningkatan kualitas kinerja guru berdasarkan instrumen-instrumen kompetensi profesional, maka diasumsikan guru tersebut akan mampu berperan dalam peningkatan kualitas pembelajaran siswa di kelas (Nasution, 2006; Wahab, A.A., 2007; Hamzah.B.U., 2008), hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa guru mampu berperan secara positif sebagai salah satu agent of change pembelajaran di sekolah.
Kelima, dalam rangka memudahkan aktivitas guru untuk mewujudkan beragam kompetensi profesinya, maka pemerintah dan warga masyarakat harus tetap punya komitmen dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran dengan baik, karena ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran secara baik akan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah (Atmadi, ed., 2000; Supriadi, D. 2004). Disamping penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah secara baik dan lengkap, pemerintah harus tetap konsisten dalam mengupayakan peningkatan kualitas kesejahteraan guru. Untuk merealisaikan dua hal tersebut pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan: (a) Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang Standar sarana dan prasarana; (b) Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi guru dalam jabatan; (b) Permendiknas Nomor 40 tahun 2007, tentang Sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan. Ketika sarana dan prasarana pembelajaran tersedia dengan baik, kesejahteraan guru terjamin dan diikuti dengan tumbuhnya sikap mental positif pada diri setiap guru sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka diasumsikan guru akan mampu meningkatkan kualitas profesionalnya (Soetjipto dan Kosasi, 1999; Usman, M.U., 2000), sehingga guru akan mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.
Sebagaimana yang telah diurakan di atas, pada hakikatnya potret seorang guru yang mampu berperan aktif sebagai agen perubahan pembelajaran siswa di kelas, antara lain: (a) mempunyai wawasan yang cukup luas tentang beragam teori psikologi perkembangan atau teori pembelajaran, dan mampu menerapkan secara ‘bijak’ dalam proses pembelajaran di kelas; (b) mempunyai sikap mental positif terhadap perkembangan Iptek dan selalu berusaha mewujudkan proses pembelajaran di kelas dengan nuansa demokratik, humanis dan multikultural; (c) selalu menjadi contoh teladan terbaik bagi anak dalam segala pola aktivitas hidupnya, baik menyangkut aspek mentalitas, aspek pola prilaku sehari-hari dan pola berpakaian; (d) selalu melakukan pemantauan perkembangn hasil belajar siswa dengan menggunakan sistem evaluasi yang baik dan integral yang menyangkut tujuh aspek yaitu: penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap (afektif), penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil karya siswa (potofolio) dan penilaian diri (self assessment); dan (e) selalu berusaha meningkatkan kualitas diri dalam membuat karya tulis ilmiah yang berkaitan langsung dengan inovasi pembelajaran.
Kesimpulan
Analisis deskriptif kualitatif tentang ’Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agent of Change Pembelajaran Siswa’ tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) terdapat beragam paradigma atau teori yang memandang tentang faktor kunci pendorong terjadinya perubahan sosial budaya di masyarakat. Keberagaman paradigma atau teori tersebut disebabkan oleh keberagaman orientasi filosofis dalam memahami hakikat sesuatu; (2) ketika guru mampu meningkatkan kualitas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesionalnya secara maksimal, diasumsikan guru tersebut akan mampu menjadi salah satu agent of change pembelajaran siswa di kelas dengan baik; dan (3) diantara langkah strategis dalam meningkatkan peran guru sebagai salah satu agent of change pembelajaran siswa di sekolah adalah: (a) membangun kualitas mentalitas positif setiap guru; (b) melalui ’tim inovasi pembelajaran’ di setiap satuan pendidikan, guru dilibatkan secara aktif-kreatif dalam mengembangkan kemampuan prefesionalnya; (c) membangun kerjasama sebagai team work dalam memajukan satuan pendidikan melalui enam konsep; (d) pengawas sekolah melakukan pembinaan secara inten dan sistematis tentang pengembangan kualitas profesional guru; dan (e) meningkatkan kualitas sarana parasarana pembelajaran di sekolah dan meningkatkan kesejahteraan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary G. 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ). Penerbit ARGA. Jakarta.
Arifin, 2007. “Problematika SDM “Guru” Dalam Penerapan KTSP (Sebuah Renungan mencari jalan keluar)”. Jurnal, Media, Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur. No. 08 /Th.XXXVII / Oktober 2007. hal: 62-65.
Atmadi, (ed). 2000. Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium. Kanisius dan Unversitas Sanata Dharma. Yokyakarta.
BSNP, 2006. Standar Isi. Badan Standar Nasional Pendidikan, Jakarta.
Budiman, A,. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dirjen Dikdasmen. Jakarta (Makalah tidak diterbitkan).
Djohar, 1999. Reformasi dan Masa Depan Pendidikan di Indonesia. IKIP. Yogyakarta
Giddens, A.. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Hagen, E. 1962. On the Theory of Social Change. Homewood, Dorsey Press.
Hamzah.B.U., 2008. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. PT. Bumi Aksara. Jakarta
Koentjaraningrat, 1982. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. PT. Gramedia. Jakarta.
Lauer, R.H. 1978. Perspectives on Social Change, 2nd edition. Allyn and Bacon. Inc. Boston.
Mc-Clelland, D., 1961. The Achieving Society. New York, Rree Press.
Nasution, 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Oemar Hamalik. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Bumi Aksara. Jakarta.
Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran (Untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar) Penerbit Alfabeta. Bandung
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Seligman, Marttin.E.P. 2005. Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential For Lasting Fulfillment. Penerjemah. Eva Yulis. Authentic Happiness, Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. PT. Mizan Pustaka. Bandung
Soetjipto dan Kosasi R. 1999. Profesi Keguruan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Supriadi, D. 2004. Satuan Biaya Pendididkan Dasar dan Menengah. Rujukan bagi Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan Manajemen Berbasis Sekolah. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung
Sztompka. 2004. The Sociology of Social Change. Diterjemahkan Alimandan. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada Media. Jakarta.
Tilaar, 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Rineka Cipta. Jakarta.
Usman, M.U., 2000. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung
Wahab, A.A., 2007. Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Alfabeta. Bandung
Wuryani, S.E.D, 2002. Psikologi Pendidikan. PT. Gramedia Indonesia. Jakarta.
*) Artikel Juara ke I, Lomba LKTI Tingkat Regional (Jawa Timur) di Majalah Media Pendidikan, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur 2009.
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems); dan
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
2. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
4. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
AB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan global,peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan professional. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru dimasa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang palaing well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh,berkembang,berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan,guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat,ia akan terpuruk secara professional.Kalau hal ini terjadi,a akan kehilangan kepercayaan baik dari pesrta didik,orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut,perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif.Artinya guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu,guru masa depan harus paham penelitian gina mendukung terhadap efektifitas pengajaran yang dilakanakannya,sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif,namun kenyataan justru mematikan kreatifias para peserta didiknya. Begitu juga,dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang berfariasi dari tahun ke tahun,disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sedang berlangsung.
BAB II
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN
II.1. PENGERTIAN
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas membri bantuan dan dorongan (supporter) tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani,bebas dari orang tua,dan orang dewasa lain,moralitas dan tanggung jawab kemasyarakatan,pengetahuan dan keterampilan dasar,persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga,pemilihan jabatan dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual.
Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemelihara anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktifitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang denan norma-norma yang ada.
II.2. MACAM-MACAM PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN
1. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak
Setip anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh Karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-nora yang dianut oleh masyarakar,bangsa dan Negara. Karena nilai dasar Negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila,maka ingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai pancasila.
2. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing dala pengalaman belajar
Setiap guru harus memberikan pengetahuan,keterampilan dan pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan meilih pekerjaan di masyrakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku social anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nlai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
3. Peran guru sebagai pelajar (leamer).
Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahun dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas professional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
4. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan.
Seorang guru diharapkan dapat membantu dalam mengembangkan kemampuannya. B antuan dapat secara langsung melalui petemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.
5. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat.
Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang yang dikuasainya.
6. Guru sebagai administrator.
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kegiatannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti memmbuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharaga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Dalam era kemandirian sekolah danera Manajemen Berbasis sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari para pimpinan sekolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif,dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakat luas penggunanya. Agar tugas dan tanggung jawab para pimpinan sekolah tersebut menjadi nyata,kiranya mereka perlu memahami,mendalami,dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembang mekarkan oleh pemikir-pemikir dfalam dunia bisnis.
II.3. PERAN GURU DALAM PROSES PENDIDIKAN
Efektifitas dan efisien belajar individu disekolah sangat bergantung kepada peran guru. Seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai:
a. Konservator (Pemelihara)
Sistem nilai yang merupakan sumber norma kecerdasan.
b. Inovator (Pengembang)
Sistem ilmu pengetahuan.
c. Transmitor (Penerus)
Sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik
d. Transformator (Penterjemah)
Sistem-sistem nilai tersebutmelalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya dalam proses interaksi dengan sasaran didik.
e. Organisator (Penyelenggara)
Terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral(kepada sasaran didik,serta Tuhan yang menciptakannya).
II.4. PERAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN PESERTA DIDIK
a. Guru sebagai perencana (Planner)
Yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses belajar mengajar
b. Guru sebagai pelaksana (Organizer)
Yang harus dapat menciptakan situasi,memimpin,merangsang,menggerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana,, dimana ia bertindak sebagai orang sumber,konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik dan humanistic (manusiawi)selama proses berlangsung.
c. Guru sebagai penilai (Evaluator)
Yang harus mengumpulkan,menganalisa,menafsirkan,dan akhirnya harus memberikan pertimbangan,atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran,berdasarkan criteria yang ditetapkan,baik mengenai aspek keefektipan prosesnya maupun kulifikasi produknya.
d. Guru sebagai Pembimbing (Teacher Ccounsel)
Dimana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar,dan kalau masih dalam batas kewenangannya,harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
II.5. PERAN GURU DI SEKOLAH, KELURGA, DAN MASYARAKAT
Disekolah guru berperan sebagai perancang pembelajaran,pengelola pembelajaran,penilai hasil pembelajaran peserta didik,pengarag pembelajaran,dan pembimbing peserta didik.
Sedangkan dalam kelurga,guru berperan sebagaipendidik dalam keluarga (pamily educator).
Sementara itu dimasyarakat,guru berperan sebagai Pembina masyarakat (social developer),agen masyarakat (socil masyarakat).
Lebih jauh dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran an adminisrasi pendidikan,diri pribadi,dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administasi pendidikan,guru berperan sebagai:
1. Pengambil inisiatif,pengarah dan penilai pendidikan.
2. Wakil masyarakat disekolah
Artinya guru berperan sebagai pembawa suara an kepentingan masyarakat dalam pendidikan.
3. Seorang pakar alam bidangnya
Yaitu mengusai bahan yang harus dikerjakannya
4. Penegak disiplin
Yaituguru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin
5. Pelaksana administrasi pendidikan
Yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik.
6. Pemimpin generasi muda
Artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan
7. Penterjemah kepada masyarakat
Yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai masyarakat.
Dipandang dari segi diri pribadinya,seorang guru berperan sebagai :
a. Pekerja sosial
Yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan pelayanan kepada masyarakat.
b. Pelajar dan ilmuan
Yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya.
c. Orang Tua
Artinya guru adalah wakil dari orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik disekolah
d. Model Keteladanan
Artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik.
e. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik
Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dipandang dari sudut secara biologis,guru berperan sebagai;
a. Pakar psikologis pendidikan
Artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi penidikan dan mampu mengamalkanya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
b. Seniman dalam hubungan antar manusia
Artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.
c. Pembentuk kelompok
Yaitu mampu membentuk menciptakan kelompok dan akivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan
d. Inovator
Guru merupakan oran yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik
e. Petugas kesehatan mental
Artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Guru di sekolah adalah pendidik,tugasnya membimbing dan mendampingi siswa agar kelak dapat hidup mandiri,sedangkan guru di Bimbel adalah pengajar,tugasnya member bimbingan yang ekstra atau lebih kepada siswa dapat menjawab soal dengan cepat dan tepat. Dalam KTSP,guru adalah inisiator,konseptor,planner dan programmer. Dengan kata lain,guru disekolah adalah pembimbing siswa agar belajar menurut bakat dan minatnya.
Peran guru sebagai perncana (planner) pada tahap ini melakukan identifikasi masalah yang ada dikelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya,selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas:
1. Rencana pembelajaran
2. Petunjuk pelaksanaan pambelajaran
3. Lembar kerja siswa
4. Media atau alat peraga pembelajaran
5. Instrumen penilaian pross hasil pembelajaran
6. Lembar obserfasi pembelajaran
III.2. Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penulis.
Alat Menilai Kinerja Guru Dalam Mengajar
Sponsored Link --
Penilaian terhadap kinerja guru merupakan suatu upaya untuk mengetahui kecakapan maksimal yang dimiliki oleh guru bekenaan dengan proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan atas dasar criteria tertentu (Gordon, 1991). Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja guru harus selalu didasarkan atas keterkaitan dengan pekerjaannya. Agar penilaian kinerja guru benar-benar terfokus pada pekerjaannya, pengembangan criteria harus selalu didasarkan pada analisis pekerjaan (Robbins, 1980). Dengan demikian dapat dijamin bahwa criteria tersebut pada pokoknya dapat menerima prestasi kerja dan tidak dengan aspek-aspek yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Tujuan yang hendak dicapai dengan dilakukannya penilaian kinerja tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : (a) tujuan evaluasi berkenaan dengan penentuan gaji, promosi, penurunan pangkat, pemberhentian sementara, dan pemecatan pegawai, dan (b) tujuan pengembangan yang berkenaan dengan penilaian, umpan balik pengembangan karir pegawai dan pengembangan organisasi, perencanaan sumber daya manusia, perbaikan kinerja dan komunikasi (Owens, 1991 dan Gordon, 1991).
Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja guru adalah berdasarkan SK Mendikbud Nomor 025/01/1995 yang di dalamnya dinyatakan bahwa : standar prestasi kerja guru adalah minimal yang wajib dilakukan guru dalam proses belajar dan mengajar atau bimbingan adalah sebagai berikut :
1) Penyusunan Program Belajar yang terdiri dari:
a) Analisis Materi Pelajaran (AMP)
b) Program Tahunan (Prota)
c) Program Semester (Promes)
d) Program Satuan Pelajaran (PSP)
e) Rencana Pembelajaran (RP)
f) Alat Evaluasi (AE)
g) Program Perbaikan dan Pengayaan
2) Pelaksanaan Program Pembelajaran yang meliputi :
a) Pelaksanaan pembelajaran di kelas
b) Penggunaan strategi pembelajaran
c) Penggunaan media dan sumber belajar
3) Pelaksanaan Evaluasi yang meliputi :
a) Evaluasi hasil belajar
b) Evaluasi pencapaian target kurikulum
c) Evaluasi daya serap
4) Analisis Evaluasi yang meliputi :
a) Analisis ketuntasan belajar
b) Analisis butir soal
5) Pelaksanaan Perbaikan dan Pengayaan yang meliputi :
a) Pelaksanaan perbaikan pembelajaran
b) Pelaksanaan pengayaan pembelajaran
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan diatas dapat dinyatakan bahwa kinerja guru akan dapat ditingkatkan dengan melakukan perencanaan program pembelajaran yang disusun secara sistematis, pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan program yang telah direncanakan, diadakan evaluasi pembelajaran dan dilaksanakan perbaikan dan pengayaan pembelajaran.
Peningkatan Kinerja Guru
Sponsored Link --
Profesi mengajar merupakan soft pression yang membutuhkan kadar seni dalam melakukan pekerjaan mengajar. Implikasi dari mengajar sebagai profesi lunak adalah penyiapan tenaga guru dengan pendidikan yang tidak menuntut lulusannya mempunyai standar tertentu, melainkan melainkan kemampuan minimal sebagai seorang guru (Zamroni, 2000). Namun demikian, kemampuan minimal tersebut harus tetap ditingkatkan agar guru dalam melaksanakan tugas terutama mengajar sesuai dengan tuntutan masyarakat. Pada praktiknya, banyak guru yang merasa masih memiliki kekurangan dalam pengembangan kinerja. Hal ini terutama terjadi pada guru-guru muda yang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kinerja mereka sebagai guru.
Menurut Danim (2002) bahwa pekerjaan mengajar merupakan pekerjaan yang membutuhkan pelatihan terus menerus untuk peningkatan keahlian dan kepiawaian mengajar seorang guru. Harbison & Myers (1964) mengemukakan ada empat jalur pengembangan SDM. Pertama, jalur pendidikan formal menurut jenjang dan jenisnya. Kedua, jalur pelatihan dalam jabatan pelatihan informal yang dilembagkan. Ketiga, jalur pengembangan diri (self development) untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kapasitas kerja ) untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kapasitas kerja ) untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kapasitas kerja yang lebih besar. Keempat, melalui peningkatan mutu kesehatan populasi, seperti program layanan medis, layanan kesehatan publik, perbaikan nutrisi, dan sebagainya.
Program pengembangan profesional guru di pedesaan atau daerah pinggiran adalah meningkatkan kualitas proses pembuatan keputusan pendidikan dengan berbagai cara: (1) mengurangi keterasingan; (2) mengembangkan kemanjuran sistem sosial; (3) memperluas hubungan guru dengan masyarakat; (4) melakukan tindakan-tindakan terintegrasi; (5) menciptakan kebutuhan-kebutuhan lolak yang sesuai dengan fokus dan tindakan (Danim, 2002).
Menurut Hughes, Ginnet dan Curphy (1999) mengatakan bahwa: “performance is affected by more than a person’s motivation. Factors such as intelligence, skill and the availability of key resource can affect a person’s behaviour in accomplishing organizational goals …”. Jadi kinerja terpengaruh oleh lebih dari sebuah faktor-faktor motivasi yang dimiliki seseorang seperti intelegensi, keterampilan serta ketersediaan sumber utama yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menyelesaikan tujuan-tujuan yang bersifat organisasi.
Di Indonesia pengadaan guru berbasis pada university based, sedangkan pengalaman yang bersifat school based hanya dijalani oleh calon guru selama praktik pengalaman lapangan atau PPL. Dengan demikian, calon guru yang dihasilkan lebih banyak memiliki pengalaman teoritis daripada pengalaman praktis.
Maister (Samani, 2003) “profesionalism is predominantly an attitude, not a set of competencies”. Jadi, profesonalisme sama sekali bukan masalah kompetensi melainkan semata-mata masalah sikap, yakni sikap guru untuk mau dan mampu menjadi guru yang profesional melalui upaya pengembangan dan pembinaan guru dengan satu sistem yang mengutamakan profesionalisme.
Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pembinaan guru telah dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu, strategi pembinaan profesionalisme guru sejak saat itu perlu dikaji kembali dengan mencoba membangun paradigma baru, dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) guru merupakan komponen utama pendidikan, di samping komponen lainnya, guru termasuk stakeholder pendidikan; (b) pembinaan guru berada dalam kewenangan pemerintah kabupaten/kota; (c) posisi lembaga preservice, inservice dan on the job training memiliki peranan dan fungsinya sendiri-sendiri. Akan tetapi, dalam kebijakan peningkatan profesionalisme guru, ketiga lembaga tersebut harus dapat bekerja sama secara sinergis; (d) wadah pembinaan profesionalisme guru, Kepala Sekolah, pengawas sekolah, seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), LKKS (Latihan Kerja Kepala Sekolah), dan LKPS (Latihan Kerja Pengawas Sekolah) perlu dihidupkan kembali, diberdayakan dan diberikan peranan yang lebih besar untuk kemudian secara mandiri untuk mengemban peranan tersebut demi meningkatkan profesionalisme.
dupkan kembali, diberdayakan dan diberikan peranan yang lebih besar untuk kemudian secara mandiri untuk mengemban peranan tersebut demi meningkatkan profesionalisme.
Peran Guru Dalam Pembelajaran
Sponsored Link --
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems); dan
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Pengertian Kompetensi Guru
Sponsored Link --
Menurut Mulyasa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Muhaimin, kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Menurut Muhibbin Syah kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya . Menurut Mulyasa kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, sosial, spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Guru sebagai agen pembelajaran diharapkan memiliki empat kompetensi. Empat kompetensi tersebut yakni kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan kompetensi profesional.
Sebelum membahas tentang kompetensi sosial dan kepribadian, penulis uraikan secara singkat tentang kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Pengaruh Motivasi, Komitmen, dan Kompetensi Terhadap Kinerja Guru Ekonomi SMA di Palembang
1.1. Latar Belakang
Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005, tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Yang dimaksud guru pada Undang-Undang tersebut adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pada Undang-Undang ini menyebutkan bahwa Guru berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Guru sebagai agen pembelajaran dipandang perlu adanya peningkatan kualitas guru, yaitu guru yang profesional. Menciptakan guru yang profesional mutlak dilakukan secara terus menerus. Untuk itu, diperlukan wadah yang menampung aspirasi agar guru meningkat profesionalnya. Salah satu wadahnya yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Tujuan diselenggarakan MGMP ialah; Pertama, untuk memotivasi guru guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional; Kedua, untuk menyatakan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan; Ketiga, untuk mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari solusi alternatif pemecahannya sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing, guru, kondisi sekolah, dan lingkungannya; Keempat, untuk membantu guru memperoleh informasi teknis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan kurikulum, metodologi, dan sistem pengujian yang sesuai dengan mata pelajaran yang bersangkutan; Kelima, saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya, simposium, seminar, diklat, classroom action research, referensi, dan lain-lain kegiatan profesional yang dibahas bersama-sama; Keenam, mampu menjabarkan dan merumuskan agenda reformasi sekolah (school reform), khususnya focus classroom reform, sehingga berproses pada reorientasi pembelajaran yang efektif.
Salah satu organisasi profesi di kota Palembang yang saat ini masih aktif keberadaannya adalah MGMP Ekonomi SMA Kota Palembang. MGMP ini keberadaannya sudah cukup lama yaitu sekitar tahun 1900-an. Kegiatan yang diselenggarakan MGMP ini mengalami pasang surut. Pada tahun 2000 MGMP ini sempat berjalan kira-kira selama 2 tahunan kemudian vakum, hal ini disebabkan belum adanya regenerasi kepengurusan. Pada tahun 2007 dilakukan revitaliasi oleh para pengawas melalui pengarah yang diselenggarakan di SMKN 6 Palembang. Pada tahun 2009 bulan Mei baru terbentuklah MGMP Ekonomi SMA di Kota Palembang secara de jure, melalui penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Palembang No. 421.3/169-SK/26.8/PN/2009 tentang Susunan Kepengurusan MGMP Ekonomi SMA/MA Kota Palembang masa bhakti 2009/2011. Dengan diterbitkan surat keputusan ini maka aktifitas guru ekonomi dalam rangka peningkatan kualitas guru berada di organisasi ini.
Melalui wadah ini dapat dideskripsikan permasalahan guru ekonomi SMA di Kota Palembang. Masalah yang dihadapi antara lain berkaitan dengan motivasi guru ekonomi SMA di Palembang. Untuk selanjutnya istilah guru ekonomi SMA di kota Palembang disebutkan sebagai guru ekonomi. Seperti yang diungkapkan oleh Sumatera Ekspres tanggal 23 September 2010, tunjangan beras dan tunjangan makan yang belum dibayar selama 8 bulan ditambah dengan tunjangan hari raya (THR), terdapat sekitar … guru ekonomi yang berstatus PNS belum menerima tunjangan tersebut. Selain itu, ada … guru ekonomi yang telah mengikuti sertifikasi belum menerima tunjangan profesi pada tahun 2009, yang seharusnya sudah diterima bulan September namun hingga bulan Desember 2010 belum diterima dengan alasan ada kendala administrasi.
Selain itu, ada fenomena dimana guru ekonomi dipenjarakan karena melaksanakan tugasnya sebagai guru di salah satu SMA favorit di Palembang. Guru yang bersangkutan mencoba menertibkan siswanya agar mendengarkan instruksi dari Kepala Sekolah, namun siswa tersebut mengacuhkan perintah guru, maka guru tersebut emosi sehingga sempat memukul siswa yang bersangkutan meskipun tindakan tersebut salah namun tidak melukai apalagi mencinderai siswa. Orang tua siswa tidak terima perlakuan guru tersebut dan melaporkan kepada pihak yang berwajib. Tentunya peristiwa ini membuat guru merasa mendapat perlakuan yang kurang baik atas profesi yang telah dijalankan. Hal ini akan berdampak negatif terhadap profesinya, dalam melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Kegiatan yang telah dilaksanakan MGMP ekonomi antara lain seminar guru ekonomi yang bertema peranan Bank Indonesia yang diselenggarakan Bank Indonesia bekerja sama dengan MGMP Ekonomi. Peserta yang diundang adalah 200 orang yang hadir 144 orang dengan rincian 93 guru SMA dan 51 adalah peserta dari pegawai diknas, guru SMP dan SMK/MA. Secara persentase guru SMA yang mengikuti seminar hanya 64,58% dan sisanya bukan dari guru SMA. Di lihat dari jumlah sekolah/instansi yang hadir atau yang mewakili ada 41 SMA, jika dipersentasekan dengan jumlah SMA yang ada di Palembang yaitu 33,61%.
Demikian juga kegiatan lain yang dilakukan oleh MGMP ekonomi, seperti workshop peran serta guru ekonomi di kota Palembang cukup memprihatinkan, untuk mencapai tingkat kehadiran 60% sudah cukup baik. Apalagi dituntut untuk mengikuti rapat-rapat internal yang membahas perkembangan organisasi, tidak lebih dari 20% yang hadir. Ketidakhadiran peserta dengan alasan berbagai macam, dari masalah keluarga hingga masalah mengajar di tempat lain dan bahkan ada yang melakukan bisnis lain.
Tentunya kondisi ini cukup memprihatinkan, bagaimana guru ekonomi SMA di Palembang mampu mengoptimalkan keprofesionalnya? Hal ini akan berdampak terhadap penyerapan guru terhadap inovasi pengajaran, update pengetahuan kekinian, dan melalukan tukar pendapat tentang pengajaran.
Demikian juga pembinaan siswa yang mengikuti lomba olimpiade ekonomi yang diselenggarakan oleh Diknas kota Palembang pada tahun 2009. Dari 60 siswa yang ikut serta hanya 26 sekolah yang ikut serta, artinya ada 26 guru yang mampu membimbing siswa mengikuti lomba tersebut, selebihnya tidak mampu membimbing siswa dengan alasan materi ekonomi terlalu berat, tidak punya waktu untuk membimbing karena mengajar tempat lain atau ada pekerjaan lain, dan alasan yang paling lemah adalah malas. Demikian juga lomba-lomba lain seperti debat mengenai APBN cerdas cermat, gambarannya tidak jauh beda.
Berkaitan dengan komitmen guru terhadap pekerjaan/profesi sebagai pendidik, selayaknya bangga menjadi guru. Bangga karena mengajar di SMA dia bekerja, bangga karena mampu mengantarkan peserta didik ke jenjang yang lebih tinggi, bangga mampu menunjukkan eksistensinya kepada rekan sejawat di sekolah lain, seperti mengikuti lomba guru berprestasi. Pada kenyataannya di tahun 2005, 2006, dan 2007 dari 20 guru peserta lomba guru berprestasi hanya ada 1 guru ekonomi menjadi peserta, itupun hanya menduduki peringkat 6. Pada tahun 2008, 2009, dan 2010 tak ada satupun guru ekonomi yang mengikuti menjadi peserta lomba guru berprestasi. Oleh karena itu, diduga kuat bahwa guru ekonomi belum memiliki komitmen yang kuat terhadap profesinya.
Dalam penilaian guru berprestasi, aspek penilaian berkaitan dengan kompetensi guru, yaitu berkaitan dengan tugas mengajar, mendidik, melatih, dan mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran. Bagaimana guru melakukan persiapan pembelajaran, bagaimana menyajikan, bagaimana mengevaluasi pembelajaran? Kompetensi keprofesionalan berkaitan tentang keilmuan bidang ekonomi dan akuntansi. Kompetensi sosial berkaitan dengan penilaian terhadap keterlibatan guru dalam organisasi masyarakat ataupun organisasi profesi seperti MGMP. Dari petunjuk dan data di atas menunjukkan ada dugaan kuat bahwa guru ekonomi sangat minim terhadap kompetensi ini.
Kinerja guru saat ini yang dapat diukur secara data statistik adalah perolahan hasil siswa dalam ujian nasional. Hasil ujian nasional pada tahun 2009 menunjukkan bahwa peringkat perolehan nilai antar kabupaten/kota di Sumatera Selatan pada kelompok IPS, yang terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi. Hasil perolehan ujian nasional secara rerata untuk provinsi Sumatera Selata adalah 7,50. Hasil perolehan per kabupaten dan kota se-Sumatera Selatan dapat dilihat Tabel 1 berikut ini.
TABEL 1
RERATA NILAI UJIAN NASIONAL MATA PELAJARAN KELOMPOK IPS
YANG DIUJI-NASIONALKAN PADA PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2009
Peringkat Kabupaten/kota Rerata
1 Ogan Ilir 7,82
2 Ogan Komering Ilir 7,76
3 Prabumulih 7,76
4 Palembang 7,73
5 Musi Banyuasin 7,67
6 Lubuk Linggau 7,67
7 Muara Enim 7,55
Sumber data: Pusat Penilaian Badan Nasional Standar Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2009
Hasil rerata nilai ujian nasional untuk mata pelajaran ekonomi di kabupaten/kota untuk Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
TABEL 2
RERATA NILAI MATA PELAJARAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
PADA PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2009
Peringkat Kabupaten/kota Rerata
1 Ogan Komering Ilir 7,85
2 Ogan Ilir 7,67
3 Palembang 7,6
4 Muara Enim 7,52
5 Ogan Komering Ulu Timur 7,5
6 Pagar Alam 7,45
Sumber data: Pusat Penilaian Badan Nasional Standar Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2009
Rerata nilai ekonomi pada Ujian Nasional untuk provinsi Sumatera Selatan 7,41.
Dilihat dari perolehan nilai ujian nasional baik secara kelompok maupun mata pelajaran ekonomi, menunjukkan hasil kinerja guru IPS secara umum dan guru ekonomi secara khusus kota Palembang menunjukkan kurang membanggakan. Hal ini disebabkan kota Palembang sebagai barometer kualitas sumber daya manusia pada provinsi Sumatera Selatan. Dari analisis data tersebut kinerja guru ekonomi tidak sebaik dengan kabupaten/kota lain di provinsi Sumatera Selatan, apalagi dibandingkan kinerja guru di kabupaten yang baru berdiri seperti Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ulu Timur. Hal ini dapat diduga bahwa kompetensi guru, dalam hal penyajian materi dan penguasaan materi masih kurang, komitmen guru terhadap tugas masih kurang, dan motivasi untuk berinovasi masih kurang sehingga berpengaruh terhadap kinerja guru. Dari deskripsi di atas, peneliti berupaya mengungkapkan variabel-variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja guru ekonomi SMA di Palembang
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Motivasi, komitmen, dan kompetensi seorang guru sangat berpengaruh terhadap kinerja guru. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Seberapa besar pengaruh motivasi, komitmen, dan kompetensi terhadap kinerja guru ekonomi SMA di Palembang secara parsial dan simultan?
2) Variabel mana yang sangat berpengaruh terhadap kinerja guru ekonomi SMA di Palembang?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh motivasi, komitmen, dan kompetensi secara parsial terhadap kinerja guru ekonomi SMA di Palembang
2) Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh motivasi, komitmen, dan kompetensi secara simultan terhadap kinerja guru ekonomi SMA di Palembang.
3) Untuk mengetahui dan menganalisis variabel yang sangat dominan pengaruhnya terhadap kinerja guru ekonomi.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi guru, sehingga hal dapat dijadikan acuan bagi akademisi dalam melakukan penelitian berikutnya.
1.4.2. Manfaat Praktis
1) Bagi Praktisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru, sehingga hal yang telah dilakukan selama ini tepat sasaran atau tidak.
Bagi Praktisi, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi empiris kepada pengelola pendidikan khususnya di tingkat pendidikan dasar dan menengah di kota Palembang
Diposkan oleh Manajemen Pendidikan di 8:46 PM
Label: Porposal Tesis