SEMANGAT Proklamasi 17 Agustus 1945 telah menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala bentuk organisasi guru yang didasarkan pada kesamaan almamater, lingkungan pekerjaan, suku/daerah, politik, agama, dan sejenisnya secara aklamasi disepakati untuk dihapuskan. Ketika itu para guru, baik yang masih aktif maupun yang sudah purnabakti, bersama pegawai pendidikan Republik Indonesia, sepakat mendirikan organisasi guru dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Dengan semangat pekik “merdeka” yang ketika itu baru berusia 100 hari, di tengah dentum meriam dan aroma mesiu pengeboman oleh tentara Sekutu atas Studio Surakarta, para guru membulatkan tekad untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan, yakni: (1) mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia; (2) mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; dan (3) membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya. Ironisnya, PGRI yang dalam perkembangan organisasinya memiliki kepengurusan hingga ke tingkat kecamatan, baru ditetapkan hari lahirnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994; setengah abad setelah PGRI dibentuk. Berdasarkan Keppres tersebut, tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional.
Selama setengah abad perjalanan PGRI, para guru menekuni pekerjaan sebagai panggilan hidup. Penghargaan yang tidak setara dengan pengabdiannya, sosok guru telah membangun bangsa melalui kiatnya mencerdaskan anak bangsa. Dalam bukunya The Call to Teach, David Hansen mengungkapkan kriteria panggilan hidup, yakni: (1) pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain (ada unsur sosial), dan (2) pekerjaan itu juga membantu mengembangkan dan memenuhi diri kita sebagai pribadi.
Suatu pekerjaan dikategorikan sebagai panggilan hidup apabila pekerjaan itu mengembangkan orang lain ke arah kesempurnaan dan kepenuhan. Pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain. Artinya dengan aktivitas pekerjaan, tersirat nilai pelayanan bagi orang lain, dan ada unsur sosial dalam pekerjaan itu. Di sini jelas bahwa guru terlibat dalam suatu pekerjaan yang mempunyai nilai tinggi dan strategis. Dengan demikian, guru senantiasa dari waktu ke waktu berusaha untuk mengembangkan kecerdasan intelektual, kepribadian, dan kecerdasan sosial dalam rangka mendukung tugas-tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Jauh sebelum pengakuan terhadap pekerjaan guru sebagai profesi, karakteristik pekerjaan sebagai guru telah memenuhi unsur-unsur profesi. Guru adalah salah satu profesi yang dituntut memiliki pendidikan dan keahlian khusus yang berkaitan dengan bidangnya, dan memberikan layanan pendidikan tanpa bermaksud mencari keuntungan pribadi, kecuali hak-haknya. Sudarminta mengatakan bahwa karena pelayanan profesional menuntut keahlian khusus dari si pemegang profesi, dan keahlian tersebut tidak ada pada klien serta masyarakat pada umumnya, maka dalam pelayanan profesional dapat tercipta suatu hubungan ketergantungan yang tidak seimbang. Yang dimaksudkan adalah si klien atau subyek layanan berada dalam kedudukan yang lemah atau mudah terlukai (vulnerable). Hal ini jelas bertentangan dengan sifat pelayanan profesional. Secara manusiawi terbuka kemungkinan bagi kaum profesional, termasuk guru untuk mengeksploitir ‘memeras’ klien atau subyek layanannya. Dengan kata lain, profesi mengandung kemungkinan bahaya penyalahgunaan.
Berdasarkan gambaran pikiran ini dan melihat kenyataan bahwa profesi mengandung kemungkinan penyalahgunaan, maka menjadi jelas bahwa profesi tidak dapat dilepaskan dari etika. Setiap profesi, termasuk profesi guru, harus menunjukkan bahwa setiap tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sosial, dan moral. Mutu layanan kepada peserta didik menjadi yang terpenting di dalam pelaksanaan tugas-tugas sebagai guru. Dalam kerangka pikir ini, Hari Guru Tahun 2010 patut menjadi ajang refleksi bagi guru mengenai standar etika yang menjadikan guru lebih profesional dan bermartabat.
Etika profesi guru
Pentingnya membicarakan etika profesi dewasa ini karena semakin berkembang dan pentingnya peran profesi dalam kehidupan masyarakat modern. Seperti pernah dinyatakan oleh sosiolog Talcott Parsons, “Perkembangan dan semakin pentingnya secara strategis profesi-profesi merupakan perubahan yang paling penting yang telah terjadi dalam sistem pekerjaan dalam masyarakat modern. Dalam masyarakat modern tidak mungkin lagi orang memenuhi semua kebutuhan hidupnya secara sendiri. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, keamanan, pendidikan, dan sebagainya semakin tergantung dari layanan pihak lain. Dengan kata lain, dalam masyarakat modern terjadi diferensiasi fungsi-fungsi. Diferensiasi fungsi ini semakin lama semakin mengkhusus, sehingga hanya orang-orang dengan pendidikan dan keahlian tertentu dapat dan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut”. Sistem kerja profesional semakin menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern. Dalam situasi semacam ini pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dan kesejahteraan umum semakin tergantung dari layanan profesional. Supaya fungsi pelayanan demi kesejahteraan hidup masyarakat dari profesi-profesi yang ada tetap terjamin, maka diperlukanlah etika profesi.
Jika guru sebagai profesi juga mempunyai kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang profesional karena adanya situasi ketergantungan klien atau subyek layanan terhadap kaum profesional, maka sangat diperlukan kesadaran akan etika profesi. Penyalahgunaan wewenang profesional, selain merugikan kepentingan klien dan masyarakat umum, sebenarnya juga merugikan kepentingan profesi guru sendiri. Penyalahgunaan, yang saya sebut sebagai “penyimpangan” profesi dapat merusak citra profesi yang berimbas pada menurunnya kredibilitas profesi. Jika demikian, maka himpunan profesi, sebagaimana PGRI sebenarnya juga berkepentingan menetapkan dan memberlakukan standar etika bagi para anggotanya, dalam hal ini guru.
Dimensi etis profesi guru
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah melegalisasi guru sebagai jabatan profesi. Jika demikian substansi undang-undang tersebut, maka sudah tentu etika profesi juga berlaku bagi para guru. Manakah dimensi etis yang terkandung dalam profesi guru? Sebagaimana etika profesi pada umumnya, etika profesi bagi guru tentu berkaitan dengan standar integritas profesional yang berhubungan dengan nilai-nilai dan asas-asas moral yang perlu diperhatikan sebagai pedoman perilaku bagi para guru dalam menjalani profesinya. Etika dimaksud memuat butir-butir norma yang mengatur dan menjamin integritas profesional dalam hubungan antara guru dan peserta didik.
Untuk dapat menjamin integritas profesionalnya, seorang guru sebagai tenaga edukatif secara profesional terikat oleh beberapa kewajiban moral, antara lain: memegang asas kebenaran, keadilan, kejujuran, dan berpikir ilmiah. Dalam hal memegang asas kebenaran, misalnya, seorang guru harus menjamin kebenaran informasi ilmu pengetahuan yang disampaikan kepada subjek didik. Untuk itu, guru perlu memperkaya khazanah pengetahuan, baik fakta empirik maupun teoretis, termasuk kemampuan memadukan/menghubungkan fakta dan konsep sehingga subjek didik dapat memiliki pengetahuan komprehensif.
Kewajiban guru memegang asas keadilan berarti seorang guru perlu memperlakukan setiap siswa selaras dengan hak-haknya. Untuk itu, setiap guru perlu menjaga agar tetap memiliki apa yang oleh Talcott Parsons disebut sebagai ‘kenetralan afektif’ (affective neutrality). Kenetralan afektif mengacu pada sikap seimbang, lugas, dan apa adanya di dalam menilai dan membuat putusan mengenai siswanya. Seorang guru memiliki kenetralan afektif kalau pengamatan dan penilaiannya terhadap siswa tidak dikaburkan atau bahkan dibutakan oleh keterlibatan emosional-subyektif. Kenetralan afektif tidak identik dengan sikap dingin dan tanpa keterlibatan afektif, atau bahkan acuh tak acuh. Guru harus lebih berupaya untuk sungguh-sungguh bertindak obyektif dengan tetap memandang perbedaan siswa sebagai individu yang unik.
Asas keadilan perlu didukung oleh asas kejujuran. Seorang guru harus memiliki kerendahan hati dan terbuka untuk mengatakan bahwa dalam hal-hal tertentu ia memiliki keterbatasan. Disadari atau tidak, keterbukaan itu dapat menumbuhkan gejala kepatuhan yang disebut sebagai kewibawaan. Hal ini terkait dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan subyek didik mampu belajar sesuatu mendahului gurunya, bahkan lebih menguasai sesuatu, baik yang berhubungan dengan pengetahuan teoretis maupun keterampilan-keterampilan praktis. Paradigma belajar telah berubah dari “guru yang serbatahu” menjadi “guru yang kaya strategi”. Belajar tidak lagi merujuk pada pengoveran pengetahuan oleh guru. Berdasarkan paradigma baru dimaksud, belajar merujuk pada penyediaan fasilitas oleh guru agar siswa dapat belajar mengembangkan kompetensinya. Implikasinya adalah konsep belajar-mengajar diubah menjadi konsep pembelajaran.
Keadilan dan kejujuran merupakan cermin kebijaksanaan. Sikap bijaksana ditandai oleh, antara lain, kesadaran guru akan keterbatasan-keterbatasannya, sebagaimana kata Sokrates, bahwa orang yang bijaksana adalah orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. Guru harus berada pada kutub yang jelas; benar-benar tahu, atau sebaliknya tidak tahu dan secara jujur mengatakan tidak tahu. Betapa naifnya jika seorang guru berada pada area abu-abu, yakni “merasa tahu” (padahal tidak tahu), dan lebih naif lagi kalau guru berlagak tahu/sok tahu. Sehubungan dengan itu, diperlukan keterbukaan guru, termasuk tidak merahasiakan sumber-sumber belajar yang dimilikinya.
Sikap yang dituntut
Dimensi etis terkait dengan sikap-sikap profesional yang melekat pada seorang guru. Sikap-sikap profesional dimaksud, antara lain: memiliki rasa tanggung jawab dan mencintai pekerjaan.
Tanggung jawab meliputi tanggung jawab profesional dan tanggung jawab sosial. Jika setiap profesi mempunyai fungsi pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka tanggung jawab profesional berorientasi pula pada tanggung jawab sosial. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kecerdasan sosial yang mencirikan integritasnya di tengah masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosial.
Sikap mencintai pekerjaan merupakan hulu dari sikap profesional lainnya. Jika demikian, maka sikap mencintai pekerjaan dapat disebut sebagai suatu keutamaan yang memandu setiap guru untuk menjalani profesinya secara sungguh-sungguh. Sebagai hulu dari keseluruhan sikap profesional, mencintai pekerjaan sangat dibutuhkan sebagai daya-dorong bagi terbentuknya semangat pengabdian dalam melaksanakan tugas-tugas profesional sebagai guru. Mencintai profesinya sebagai guru, berarti menemukan kebahagiaan hidupnya dari tugas mengajar dan mendidik. Jika demikian, maka bagi mereka yang “terpaksa” menjadi guru karena tidak ada pilihan pekerjaan lain, secara terpaksa pula menekuni pekerjaan sebagai guru hanya untuk mencari nafkah, dan bukan suatu cara hidup (a way of making money, and not a way of life).
Etika Profesi Seorang Guru
PENGERTIAN DAN HAKIKAT BANGSA
Bangsa (nation) atau nasional, nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
HAKEKAT BANGSA DAN UNSUR-UNSUR NEGARA KEDUDUKAN MANUSIA DALAM MASYARAKAT
Sebagai makhluk pribadi
Punya sifat berbeda (unik)
Punya kepribadian,kemandirian
Punya hak menentukan langkah sendiri tanpa pengaruh orang lain
Sebagai makhluk sosial
Untuk pemenuhan kebutuhan harus berinteraksi dengan orang lain. Mis: polisi diperlukan masyarakat untuk keamanan, siswa perlu guru agar bisa belajar
Untuk bisa diterima maka orang harus mau menghilangkan egonya.
Apa itu Bangsa?
Bangsa (politis)
Adalah kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara karena dipersatukan oleh cita-cita yang sama
Rakyat (sosiologis)
Kelompok paguyuban yang secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dalam suatu negara karena persamaan nasib ( senasib sepenanggungan)
NASIONALISME?
• Apa itu nasionalisme ?Munculnya kesadaran dari seseorang sebagai bagian dari suatu bangsa
• Kenapa bisa muncul?
– Sengsara karena dijajah oleh bangsa lain
– Adanya kebanggaan yang meluap-luap sebagai suatu bangsa besar
• Kapan nasionalisme mulai muncul di Indonesia?
– 1908 melalui BU (nasionalisme kultural)
– 1928 lewat Sumpah pemuda (nasionalisme politik)
NEGARA
• Sifat hakekat negara
- sifat memaksa
-sifat monopoli
- sifat mancakup semua
Unsur unsur Negara
1. Rakyat
orang yang diam dan berkumpul disuatu negara
2. Wilayah
bagian/tempat yang merupakan bagian tak terpisahkan dari negara
- darat - udara
- laut - wilayah ekstra teritorial
3. Pemerintah yang berdaulat
arti sempit : lembaga eksekutif (Pres dan kabinet)
arti luas : semua badan yang berwenang mengelola negara, terdiri:
- legislatif : DPR
- eksekutif : Presiden
- yudikatif : MA
- eksaminatif(kontrol): BPK
- konstitutif : MPR
4. Pengakuan negara lain
a. De facto (fakta/fisik)
kenyataan berdirinya suatu negara.
Bersifat :lemah, mudah berubah
b. De jure (hukum)
pengakuan secara tertulis dan resmi.
Bersifat: kuat, permanen
Bagaimana Negara Terbentuk?
Pendekatan faktual (historis)
Memahami proses terjadi nya negara berdasar fakta sejarah :
Pendudukan
Fusi
Cessie
Penaikan (accesie)
Aneksasi
Proklamasi
Pembentukan (innovasion)
Separatisme
Pendekatan Teoritis
Memahami proses terjadinya negara melalui teori yang dikemukakan oleh para ahli :
Teori Ketuhanan
Teori Perjanjian masyarakat
Teori Kekuasaan
Teori Hukum kodra
BENTUK NEGARA
KESATUAN
Adalah suatu negara merdeka dan berdaulat yang memiliki pemerintah pusat dan berkuasa mengatur seluruh wilayah.
Ciri-ciri :
Mempunyai 1 UUD
Mempunyai 1 presiden
Hanya pusat yang berhak membuat UU
Untuk memerintah daerah, dibagi 2 sistem
Sentralisasi, bila semua urusan diatur dan diurus pusat
Desentralisasi, pemda diberi kekuasaan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (hak otonomi)
SERIKAT (Federasi)
Disebut gabungan, suatu negara yang terdiri dari beberapa negara bagian yang tidak berdaulat. Kedaulatan tetap dipegang oleh pusat.
Ciri-ciri :
Tiap negara bag punya 1 UUD, 1 lembaga legisltif
Masing-masing negara bagian msh memegang kedaulatan ke dalam, kedaulatan keluar dipegang pusat.
Aturan yang dibuat pusat tidak lgs bisa dilaksanakan daerah, hrs dgn persetujuan parlemen negara bagian
BENTUK KENEGARAAN
(dibentuk s/d abad 19)
Pada dasarnya negara ini sudah merdeka, dibentuk karena suatu tujuan tertentu, mis :
Perserikatan negara
Uni
Dominion
Pada dasarnya negara ini belum merdeka,karena masih mendapat perlindungan dari negara lain, mis:
Protektorat
Mandat
Trustee
TUJUAN DIBENTUKNYA NEGARA
Shang Yang(532 – 428 SM)
Tujuan dibentuk negara adalah untuk membentuk kekuasaan, demi kelangsungan sang raja pribadi
Niccolo Machiavelli (1429 – 1527)
Tujuan dibentuk negara adalah membentuk kekuasaan yang mutlak, demi kebesaran bangsa dan negara
Dante Alleghieri (1265-1321)
Tujuan negara adalah membentuk perdamaian dunia
Immanuel Kant (1724-1804)
Tujuan dibentuk negara adalah untuk membentuk dan mempertahankan hukum agar hak dan kemerdekaan warga negara terpelihara dengan baik
Prof. Kranenburg
Tujuan dibentuk negara adalah untuk mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pengertian KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ).
Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
• KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
• Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
• Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan dalam megelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satauan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntunan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisisen, dan pemerataan pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntunan, dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, megendalikan pemberdayaan berbagai potensi seklah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggunngjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam KTSP, pengembangan kurikulm dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupkan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikna yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan opersional untuk mencapai tujuan sekolah.
Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karen itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikn, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagi berikut.
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Keterlibatan semua warga seklah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat sekitar.
5. Sekolah daapt bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dam masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimalkam mungkin unutk melaksanakna dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP.
Landasan KTSP
1. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
4. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
5. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006
Ciri-ciri KTSP
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.
Sumber Buku:
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2007)
FILSAFAT HUKUM
Arti secara Etimologis
Berdasar asal katanya, kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani PHILOSOPHYA. Kata ini merupakan gabungan dari dua kelompok akar kata.
Kelompok akar kata pertama adalah kata Philein dan sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti kebijaksanaan.
Cinta bukan sbg noun, bukan sbg adjective, tetapi cinta = verb
Verbà ? à kerja manusia untuk mengerjasamakan ketiga unsur dlm jiwanya à bijaksana
Kelompok akar kata kedua adalah kata phylo dan sophya. Phylo = sahabat, dan sophya = kebijaksanaan. Maksud : Manusia harus dapat berperan sbg sahabat kebijaksanaan dalam kondisi apapun juga.
Arti filsafat secara historis
Filsafat sebagai mother of scientiaum
- perlu diingat sejarah awal lahirnya filsafat sampai berkembangnya faham Positivisme
Filsafat sebagai interdisipliner ilmu
-perlu diingat berbagai fenomena dalam perkembangan ilmu (arogansi ilmiah,vak idiot,persoalan humanistik)
Arti secara terminologis
Filsafat sbg PANDANGAN HIDUP (FALSAFAH), merupakan hasil pensikapan manusia thd alam sekitarnya, kebenarannya masih bersifat subjektif, baik individual maupun kolektif.
Filsafat sbg ILMU (FILSAFAT), yg memenuhi syarat ilmu :
FILSAFAT SEBAGAI ILMU
Berobjek àObjek material = segala sst yang ada , Objek Formal = dari segi hakikat
Bermetode à Analisis Abstraksi
Bersistem à adanya kesatuan dari unsur ontologi, epistemologi, dan aksiologi
Universal à kebenaran hasil pemikirannya dpt diterima dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, minimal bagi kelompok ilmuwan yg sama.
CIRI DAN PRINSIP BERFILSAFAT
CIRI-CIRI BERFIKIR FILOSOFIS
Radikal à mendasar, mendalam
Integral à kesatuan unsur-unsur intrinsic
Komphrehensif à kesatuan dg unsur-unsur lain yg relevan à menyeluruh
Sistematik àbertahap & bertanggungjawab
PRINSIP-PRINSIP BERFIKIR FILOSOFIS
Principium Identitatis à A = A
Principium Contradictionis à A >< B
Principium Exclusi tertii à A=A / A=B
Principium Sufficient Reason à If A=B harus ada alasan cukup
Principium Exemplaris à Ada example, contoh/bukti nyata.
PENGERTIAN HUKUM
Menurut Von Savigny
= hukum tidak dibuat, tetapi hukum ada / lahir dan lenyap bersama-sama masyarakat. Pengertian ini hanya dapat diberlakukan untuk hukum kebiasaan / hukum tidak tertulis à lahir pengertian hukum tidak tertulis
Menurut Roscoe Pound
= hukum is a tool for social engineering à hukum hanya dapat diaplikasikan / berfungsi apabila masyarakat tidak berlangsung seperti yang diidealkanà pengertian ini biasanya berupa hukum tertulis / hukum formal
Pengertian hukum secara umum
hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yg mengatur keseluruhan kegiatan manusia yang disertai dengan sanksi dan bersifat imperatif.
Imperatif : Imp.hipotetis dan imp.kategoris
PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM
ARTI FILSAFAT HUKUM
a. Menurut Van Apeldoorn
Fil.Hukum adl ilmu yg menjawab pertanyaan apakah hukum itu ? Ilmu hukum tidak dapat memberi jawaban yg memuaskan, krn jawabannya sebatas ada fenomenanya, gejala.à melahirkan hukum yg bersifat formalistic belaka
b. Menurut Utrecht
Filsafat hukum merupakan ilmu yg menjawab pertanyaan apakah hukum itu, apa sebab orang mentaati hukum, keadilan manakah yg dpt dijadikan sbg ukuran baik-buruknya hukum.
c. Secara Umum
Filsafat hukum is ilmu yg mempelajari asas / pendirian yg paling mendasar tentang hukum à ilmu yg mempelajari hakikat terdalam dari hukum à ilmu yang mencari / menemukan “ruh”-nya hukum .
2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ADANYA FILSAFAT HUKUM
Adanya kebimbangan tentang kebenaran dan keadilan dr hukum yg berlaku, dan adanya ketidakpuasan terhadap aturan hukum yg berlaku, krn tidak sesuai dg keadaan masy. Yg diatur hukum tsb.
Adanya kesangsian terhadap nilai peraturan hukum yg berlaku
Adanya aliran yg berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah hukum positif (hukum yg berlaku saat itu)
Adanya pendirian bahwa hukum adalah suatu gejala masyarakat yang harus meladeni kepentingan masyarakat, shg landasan hukum adalah penghidupan sendiri.
3. TUJUAN FILSAFAT HUKUM
Menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar filosofisnya à ditemukan hakikat, esensi, substansi, ruh-nya hukum à shg hukum mampu hidup dalam masyarakat, (kejujuran,kemanusiaan,keadilan,equity)
4. FUNGSI DAN PERAN FILSAFAT HUKUM
Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum dalam hidup bersama
Menumbuhkan ketaatan pada hukum
Menemukan ruhnya hukum
Menghidupkan hukum dalam masyarakat
Memacu penemuan hukum baru
8. KAJIAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM
Agar ruh-nya hukum dapat ditemukan maka hukum harus dikaji dengan menerapkan ciri-ciri berfikir filosofis, dan dalam menyelesaikan setiap persoalan hukum dengan menggunakan prinsip-prinsip berfikir filosofis.
MAHASISWA LATIHAN !
– diskusi kelompok penerapan ciri berfikir filosofis dlm penyelesaian masalah hukum
– mencari dua masalah hukum yang sejenis dari surat kabar (media masa), kemudian dianalisis dengan menerapkan prinsip berfikir filosofis.
5. TERBENTUKNYA HUKUM
Menurut Glastra van Loon, terbentuknya hukum dikelompokkan dalam tiga kategori :
a. Menurut Aliran Legisme (abad 15-19)
Terbentuknya hukum melalui pembuatan undang-undang, shg hukum identik dg undang-undang.
Undang-undang merupakan satu-satunya sumber hukum, shg kebiasaan dan hukum adat bukan peraturan hukum, kecuali apabila undang-undang menentukannya.
Pembentukan hukum di luar uu dianggap tidak dapat menjamin kepastian hukum, shg dianggap bukan sbg hukum.
Tokoh ; Paul Laband, Jellinek, Hans Nawiasky, Hans Kelsen, John Austin
b. Menurut Freirechtslehre (abad 19-20)
Terbentuknya hukum hanya di dalam lingkungan peradilan, dan dilakukan di peradilan à peranan hakim sangat dominan, hakim sbg pembentuk hukum.
Undang-undang dan kebiasaan bukan sumber hukum, tetapi hanya sbg sarana pembantu hakim dalam upaya untuk menemukan hukum pada kasus yg konkrit.
c. Menurut Heersende Leer (abad 20)
hukum terbentuk melalui berbagai cara:
Lewat pembentukan UU
Dengan interpretasi UU
Penjabaran dan penyempurnaan UU oleh hakim
Melalui pergaulan hidup
Lewat kasasi.
6. Sumber hukum : sesuatu yg dapat menimbulkan hukum
Sumber hukum :
SH Ideal, yg meliputi Common Law dan Authoritarian Law
SH Faktual, meliputi; Authoritarian law,common law, Jurisprudenci,traktat,doktrin.
Pendapat lain ttg sumber hukum:
Sumber hukum Material, sumber hukum yg menentukan isi kaidah hukum
Sumber hukum Formal,sumber hukum yg menentukan bentuk kaidah hukum. Materi hukum butuh suatu form agar menjadi kaidah hukum yg berlaku secara umum, mengikat dan ditaati. Bentuknya antara lain;UU, kebiasaan,adat,traktat
7. BENTUK HUKUM :
Menurut J.F Glastra van Loon, ada 4 bentuk hukum :
hukum tak tertulis
hukum tercatat
hukum tertulis
hukum yg terkodifikasi
SISTEM FILSAFAT HUKUM
1. 0ntologi hukum
Sebagai hasil penerapan ciri berfikir filosofis radikal.
Hal yang dibahas didalamnya adalah :
- Objek kajian ilmu hukum, termasuk objek kajian sesungguhnya
- Asumsi dasar ilmu hukum
Objek yang dikaji ilmu hukum : produk-produk hukum, asas hukum,sumber hukum,sistem hukum,subjek hukum.
Dalam objek hukum tersebut tidak akan ada berbagai masalah apabila di dlmnya sudah ada kesadaran hukum. Jadi objek sesungguhnya ilmu hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.
Berbagai objek ilmu hukum tersebut agar berkembang perlu kajian, kajian tersebut biasanya diawali dengan meragukan kebenaran asumsi dasarnya . Asumsi dasar dapat dipahami sebagai asas-asas hukum. Misal : Asas praduga tak bersalah. Pengertian dr asas ini adl jika seseorang belum terbukti bersalah tidak dapat diperlakukan sbg tersangka. Tingkat pemahaman dan perwujudan asas ini masih membutuhkan kajian, tidak boleh diterima begitu saja. Kajian yg dilakukan akan mengembangkan ilmu kita.
1. Dimensi Epistemologi
Dimensi epistemologi ada sebagai konsekuensi penerapan ciri berfikir filosofis ,integral.Setelah ditemukan berbagai faktor / sebab dr suatu persoalan, maka kemudian dpt ditentukan sumber persoalan,metode mengatasinya, ukuran kebenaran hasil pemikirannya / solusinya.
Jd dimensi epistemologi ilmu hukum membahas ttg sumber hukum, metodenya ilmu hukum, baik metode menemukan maupun metode analisisnya,dan ukuran kebenaran produk-produk hukum.
1. Sumber hukum is sst yg dpt menimbulkan hukum. Terdapat bbrp pendapat ttg sumber hukum, sbb:
- Glastra Van Loon : s.h is keputusan-keputusan pemerintah,jurisprudensi,kebiasaan.
- Utrecht, s.h ditentukan dr aspek sejarah, sosiologi, antropologi, dan filsafat.
- Muchsan : s.h material dan s.h formal, yg pertama menentukan isi kaidah hukum,yg kedua menentukan bentuk kaidah hukum
- scr substansial : s.h ideal dan s.h faktual.yg pertama berupa cita-cita,nilai, yang dpt berasal dr masyarakat dan penguasa. Yg kedua berupa ketentuan-ketentuan konkrit untuk mewujudkan cita-cita tadi.
2. Metode perumusan hukum
Metode yang diambil biasanya disesuaikan dg sumber kajian / objeknya. Sumber materi hukum yang ideal adl hasil konfirmasi/ dialog antara rakyat dengan penguasa.
Metode yang sesuai dengan sumber / objek kajian spt tsb menurut Mudzakkir adalah metode interpretasi. Dalam pelaksanaannya metode ini akan mempertimbangkan empat aspek, yaitu aspek ideal (ke atas), aspek kontekstual (ke bawah), aspek historis ( ke belakang), dan aspek teleologis (ke depan). Konsekuensinya setiap produk apapun pada saat perumusannya harus dipertimbangkan dengan cita-cita negara, cita-cita rakyat, latar belakang sejarah, dan tujuan bersama yg bersifat progresif. Proses perumusan hukum tidak boleh tergesa-gesa, gegabah.
Metode Pengumpulan data : Studi pustaka,wawancara,angket,observasi,angket,studi dokumen,interview
Metode Analisis data :Analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Yang banyak dipakai adalah analisis kualitatif. Jenis analisis kualitatif, a.l : deskriptif yuridis, sosiologis,filosofis,historis, dan kualitatif komparatif
Metode penemuan hukum : Interpretasi (interpretasi gramatikal, sistematis,historis, teleologis / sosiologis, komparatif, futuristis), Analogi, a contrario, penyempitan hukum, eksposisi.
3. Ukuran kebenaran produk hukum
Ada empat teori kebenaran (dlm filsafat) :
a. Teori kebenaran koherensi à tdk boleh ada contradictio interminis
b. Teori kebenaran korespondensi à sesuai fakta dlm masy.
c. Teori kebenaran pragmatis à manfaat bg masy
d. Teori kebenaran perfomatis à merubah masy (cara berfikir, sikap,perilaku,motivasi)
1. Dimensi Aksiologi
Dimensi aksiologi diakibatkan dr penerapan ciri berfikir komprehensif dan sistematik.
Apabila telah dihasilkan produk-produk hukum yang sudah terukur tingkat kebenarannya, maka dapat diterapkan dan dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan berbagai nilai yg melingkupinya, yaitu nilai yuridis,etis,estetis, religius.
Konsekuensinya, setiap produk hukum akan dapat mengangkat harkat martabat manusia dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat (sesuai dengan visi dan misi diciptakan dan dikembangkannya ilmu)
SEJARAH PEMIKIRAN TTG HUKUM
I. Masa Yunani – Romawi
Filsof-filsof I (Anaximander,Heraklitos,Permenides) ; hukum tidak terbatas pada masyarakat manusia, tetapi juga untuk semesta alam, shg antara hukum alam dan hukum positif menjadi satu, sbg bagian dari hukum Ilahi
Kaum Sofis
Negara disebut dengan Polis, dan pada abad V SM polis sudah demokratis; sudah bukan polis yg res patricia, ttp polis yangres publica.
Saat itu sudah ada aturan hukum yg jelas (UU), dan warga ikut aktif dlm pembuatan UU, shg baik dan adil hukum berdasar pada keputusan manusia, bukan pada aturan alam, shg tidak ada kebenaran objektif, yg berakibat pada suatu anggapan manusia sbg ukuran segala-galanya à kesewenang-wenangan à anarkhi ànihilisme.
Keadaan tersebut melahirkan pemikiran bagi para filsof, antara lain:
1. Socrates
Kebenaran objektif à dilakukan dg peningkatan pengetahuan àmll pendidikan, shg tugas utama negara adalah mendidik warga negara dlm keutamaan (arête). Arete is taat pada hukum negara, yg didasarkan pd pengetahuan intuitif ttg yang baik dan benar (ada dlm setiap manusia), disebut theoria. Cara : Refleksi atas diri sendiri, Gnooti Seauton.
2. Plato
- Karya (ttg negara) : Politeia dan Nomoi
- Ajaran :
A. Dualisme, ada dunia ide, eidos, dan dunia fenomen, shg negara juga ada negara ideal, dan negara fenomen. Dalam negara ideal segalanya sangat teratur secara adil.
Bagaimana dapat teratur? àdikaji dari keteraturan jiwa, yaitu ketiga unsur jiwa (akal,rasa,karsa) akan memiliki keteraturan apabila ada kesatuan harmonisà apabila perasaan dan nafsu dikendalikan dan ditundukkan oleh akal à Keadilan : terletak pada batas seimbang antara ketiga bagian jiwa à aplikasi: negara harus diatur scr seimbang sesuai dg bagian-bagiannya à keadilan. Bagian-bagian negara menurut Plato:
a.kelas orang-orang yg memiliki kebijaksanaan
b.kelas orang yg memiliki keberanian à kelas tentara
c.kelas orang yg memiliki pengendalian diri
Adil, if setiap golongan berbuat sesuai dg tempat dan fungsinya (tugasnya).
B.Kitab UU à didahului dg preambul (motif dan tujuan metaati UU) à w n taat tidak karena takut, tetapi karena insaf akan kegunaan UU tsb.Menurut Plato if ada pelanggaran disebabkan karena kekurangtahuan tentang keutamaan hidup, shg diperlukan pendidikan, pendidikan ini antara lain berupa hukuman, shg hukuman bertujuan untuk memperbaiki sikap moral si pelanggar, jika tidak dpt diperbaiki moralnya, lebih baik dibunuh.
3. Aristoteles
Karya : Politika (8 jilid)
Pemikiran : pemisahan antara hukum alam dan hukum positif à muncul masalah ketaatan. Ketaatan cenderung imp. Hipotetis bukan imp.kategoris.
JAMAN ROMAWI
Ajaran Stoa sangat berpengaruh .
Hubungan manusia dengan diri sendiri dan dg logos. Hubungan dg logos ini melalui hukum universal (lex universalis), terdapat pd segala yg ada, shg disebut pula lex aeterna (hukum abadi)àmenjelma ke alam àLex naturalis, sbg dasar bagi hukum positif.
Keutamaan seseorang adalah taatnya pada hukum alam bukan pada hukum positif, UU ditaati if sesuai dg hukum alam.
Yg penting dlm perkembangan hukum jaman ini adalah timbulnya ius gentium. Alur piker ; Budi ilahià hukum alamàberlaku di mana-mana bagi semua orang à bersifat abadiàberlaku bagi semua bangsa à ditampung dlm hukum positif negaraà mjd hukum bangsa-bangsa. Jadi hukum bangsa-bangsa adalah hukum alam yg menjelma mjd hukum positif semua bangsa, jadi bukan hukum bangsa-bangsa dlm arti modern yg mengatur hubungan antar bangsa.
MASA ABAD PERTENGAHAN
Filsafat hukum tidak mengalami perkembangan, agama Kristen maju pesat
Terjadi peralihan Pemikiran-pemikiran filsafat ( termasuk fil.hukum) dipengaruhi agama Kristen, shg bercorak religius àzaman Skolastik
pemikiran, dari Yunani ke Kristiani
Tokoh :
1.Augustinus : Allah pencipta segalanya à hukum abadi (lex aeterna) à dlm jiwa manusia disebut hukum alam (lex naturalis)
2. Thomas Aquinas
Kebenaran wahyu mjd pedoman bagi kebenaran dari akal budi à keduanya diakui ada
hukum :
a.dari wahyu : hukum ilahi positif (ius divinum
positivum )
b.dari akal budi manusia
– ius naturale (primer dan sekunder)
– ius gentium
– ius positivum humanus
c. keadilan: sesuatu yg sepatutnya bagi orang lain menurut kesamaan proporsional
– iustitia distributive
– iustitia commutative
– iustitia legalis
MASA RENAISSANCE DAN MODERN
Terjadi perubahan pola dasar pemikiran manusia, dr terbelenggu mjd bebas berfikir à segala aspek kehidupan manusia mengalami perkembangan pesat (adanya ilmu-ilmu cabang, penemuan daerah baruà negara baru)
Hal tsb juga berpengaruh pd pemikiran hukum : rasio manusia yg berdiri sendiri sbg satu-satunya sumber hukum. Dalam konstruksi hukum ,logika manusia merupakan unsur penting.
Tokoh :
1. Machiavelli à Il-Principle (Sang Raja)
Naturalisme belaka : raja mempertahankan kekuasaan dg kekerasan, moral dan hukum hrs sesuai dg tuntutan politik à absolut.
2. Locke
ada tiga kekuasaan : legislative, eksekutif, federatif
Negara hukum, negara mjd neg. hukum if prinsip-prinsip dari hukum privat dan hukumpublik diwujudkan à utk mengatasi kesewenang-wenangan
3. Voltaire
Feodalisme : bangsawan dan rakyat kedudukannya dibedakan sekali à ketidakadilanà muncul slogan :Liberte, egalite, fraternite
4. Montesquieu, antara hukum alam dan situasi konkrit bangsa erat hubungannya.
hukum alam , berlaku utk manusia sbg manusiaà perealisasian dlm bentuk hukum dan negara tergantung dr situasi, histories, psikis, cultural suatu bangsa à shg UU berbeda-beda
Tiga bentuk negara: monarchi, republik, despotisme
Trias politica : legislative, eksekutif, federatif, yudikatif
pengertian filsafat hukum menrt para ahli:
1. Menurut Soetikno
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
2. Menurut Satjipto Raharjo
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta system hukumnya sendiri.
3. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyelesaian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan.
4. Menurut Lili Rasjidi
Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi berlakunya system hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang m
dari kumpulan file WYa..